Oleh : Herian Jhoan Lembu
Kakeknya pernah membacakan sebuah artikel, ketika Andi masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Saat santai disore hari dengan hiruk pikuk kota Jakarta yang penuh dengan kemacetan. Andi terdiam ketika mendegarkan bacaanya. Kaca mata yang besar sedikit kekunig-kunigan pada lensa serta memiliki rantai pada ujungnya. Benda itu yang menemani kakek membacakan cerita untuk cucunya. Andi duduk dekat denganya, karena memang hoby di bacakan sebuah cerita, donggeng dan sejenisnya. Bahkan ketika hendak tidur Andi selalu minta untuk dibacakan donggeng. Segelas kopi dengan 3 buah pisang goreng, diantara kursi mereka berdua. Kursi dari jati yang baru beberapa hari berada di beranda rumah mereka. Kursi itu di kirim dari Jepara oleh Darsum sahabat kakek ketika melawan penjajah. Kakek masih sibuk dengan bukunya. Membuka lembar demi lembaran, hingga dahinya berkerut. Andi nikmati pisang goreng buatan ibunya, dengan segelas susu. Hari minggu, entah mengapa ibunya tidak sibuk mengurus butik dan tokonya di daerah Tanah Abang. Sedangkan Ayahnya subuh tadi sudah berangkat ke luar kota untuk mengurus Perkebunan Teh. Ayahnya seorang Bisnismen yang sukses. Selain perkebunan teh yang luas di Bogor. Juga memiliki showroom mobil sekaligus bengkel yang memperkerjakan banyak pegawai.
Andi adalah anak tunggal dari pasangan Dzarkusnan Hambali putra Hambali Kakeknya. Ibunya Rusmiana anak saudagar teh dari bandung. Mereka bertemu ketika sama-sama mengenyam pendidikan S2 di Universitas Indonesia. Hingga lahirlah Andi Dzarkusnan anak semata wayang mereka. Sebenarnya Ibunya pernah hamil lagi, ketika usia kandunganya 7 bulan musibah terjadi. Ibunya dibawa kerumah sakit karena pendarahan hebat, hingga harus operasi sesar untuk menyelamatkan nyawa Ibunya. Kata dokter jika tidak segera operasi Sesar, maka ibunya bisa kehilangan segalanya. Karena janin yang ada dalam kandugan ibunya telah meniggal. Setelah kejadian itu, Dokter menyarankan ibunya untuk tidak hamil lagi.
Kini Andilah yang kelak akan mewarisi kekayaan kedua orang tuanya. Ia baru duduk dikelas 2 SMP 31 Jakarta.
“Andi, gimana mau lanjut Kakek certain kampung kelahiranmu” Kakek bertanya
“Mau Kek…..lanjutkan sekarang ya” pintanya
Mereka duduk kembali di kursi jati hadiah sahabat sang kakek. Masih mengunakan kaca mata antiknya. Kemudian membuka lembar demi lembar buku sejarah Pontianak itu. Jari telunjuknya sedikit di basahi dengan ujung lidahya, kemudian membuka lagi. Begitu seterusnya, hingga akhirnya berhenti membuka lembaran baru.
“Hmm….kalau baca buku ini kakek jadi pengen pulang kampung,,,,,” sambil tersenyum
Andi mengangguk-angguk dan melihat raut wajah kakeknya. Ia pensiunan tentara zaman Pak Soekarno. Bahkan baju seragamnya masih ada dalam lemari. Jika 17 Agustus Kakek memakainya untuk ikut serta apel bersama dengan veteran lain. Kemudian kakek memulai lagi ceritanya.
“Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Pontianak itu mempunyai sebuah julukan Seribu sungai. Daerah ini telah resmi berdiri sejak tanggal 1 Januari 1957. Keputusan ini juga di perkuat dengan adanya Keputusan Gubernur Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No. 352. Yang isinya antara lain mengatur dan menetapkan bahwa ibukota wilayah administratif Gouvernement Borneo berkedudukan di Banjarmasin dibagi atas 2 Residentir, salah satu diantaranya adalah Residentie Westerafdeeling Van Borneo dengan ibukota Pontianak yang dipimpin oleh seorang Residen. “
“Gimana seru to….ceritanya”. kakek melanjutkan kembali dengan meneguk teh sebelumya. Tetapi Andi binggung ketika kakek menyampaikan bacaan tersebut. Semakin binggung dengan banyaknya bahasa yang sangat asing ditelinganya.
“Kamu denger aja dulu” ujar kakek. Andi terdiam dan meminum susu buatan ibu tadi. Tetapi baru kali ini ia dibacakan cerita tentang sejarah sebuah kota. Sebelumnya hanya dongeng-dongeng yang Kakek dan Ibu bacakan. Banyak yang dipelajari dalam sejarah , namun tidak tentang berdirinya hingga sangat detail. Padahal ia ingin sekali memotong saat kakek bercerita dan sedikit bertanya. Tetapi ia tidak mau menganggu konsentrasi Kakek.
“Pontianak adalah kota Perdagagan dan Jasa, artinya disana banyak tempat perdagangan dan tempat penjualan jasa. Bisa angkutan umum, pengiriman barang dan lain-lain. Dahulu semasa kakek muda dan belum bertemu dengan Nenekmu, Kakek bekerja pada orang Cina menjadi kuli panggul di tokonya. Kakek memang suka kerja yang berat-berat, karena waktu itu susah cari pekerjaan. Setelah itu kakek ikut saudagar dari jawa menjadi awak dikapalnya hingga akhirnya penjajah datang. Kakek ikut melawan penjajah yang berusaha mengambil kekayaan negeri kita.”
“Tadi kakek mengatakan, kalau Pontianak itu kota seribu sungai mengapa kek!”
“Hmm tentang julukan kota seribu sungai, Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang ada di Pontianak ini. Yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari oleh kapal-kapal yang membawa bahan makanan dan lain sebagainya. Bahkan beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman. Walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Bahkan sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang di Indonesia. Merupakan suatu kebanggaan bagi penduduk kota Pontianak. Karena memiliki sungai tersebut, namun sayangnya sekarang ini para penduduk yang tinggal di sekitar tepian sungai mengunakanya dengan sembarangan. Membuang sampah, mandi bahkan membuang kotoran di sungai juga. Akibatnya sungai kita menjadi kotor dan tidak indah lagi dipandang. Dulu masih banyak hutan ditepian sungai, bahkan ikan-ikan kadang dapat terlihat dengan jelas.”
“Inget Andi jangan suka buang sampah disungai ya… !” Kakek mengingatkan
Dengan berdiri tegak dan mengangkat tangan di atas dahi.
“ Siap komandan”.
Kakek tersenyum melihat tingkahnya tadi. Kakek melanjutkan ceritanya kembali. Nama Pontianak dipercaya ada kaitannya dengan kisah dongeng Syarif Abdurrahman yang sering diganggu oleh hantu Kuntilanak.
“apa kuntilanak kek!”. ia merinding dan melihat kekanan dan kekiri serta keatas.
“Ketika beliau menyusuri Sungai Kapuas sepanjang 1,1 Megameter, ketika itu pula hantu kuntilanak menganggunya. Syarif Abdurrahman terpaksa melepaskan tembakan meriam untuk mengusir hantu itu sekaligus menandakan dimana meriam itu jatuh, maka disanalah wilayah kesultanannya didirikan. Peluru meriam itu jatuh melewati simpang tiga Sungai Kapuas dan Sungai Landak yang kini lebih dikenal dengan Beting Kampung Dalam Bugis Pontianak Timur. Kesultanan Pontianak didirikan pada tahun 1771 oleh penjelajah dari Arab Hadramaut yang dipimpin oleh al-Sayyid Syarif 'Abdurrahman al-Kadrie, keturunan Rasulullah dari Imam Ali ar-Ridha. Ia melakukan dua pernikahan politik di Kalimantan, pertama dengan putri dari Panembahan Mempawah dan kedua dengan putri dari Sultan Banjar. Setelah mereka mendapatkan tempat di Pontianak, kemudian mendirikan Istana Kadariah dan mendapatkan pengesahan sebagai Sultan Pontianak dari Belanda pada tahun 1779”.
“Udah dulu yah ceritanya kita lanjutkan besok”.
Kemudian Kakek pergi dengan Sepeda ontelnya. Padahal Ayah telah membelikan sebuah sepeda motor untuk Kakek. Tetapi ia enggan mengunakanya dan lebih memilih sepeda engkol yang telah kusam warnaya. Kakek juga memiliki kelompok pencinta sepeda ontel. Cerita itu membuatnya penasaran dan ingin mendegarkan hingga selesai. Buku itu padahal ada di meja dekat kursi goyang Kakek. Tetapi sudah menjadi kebiasaan atau memang malas, ia lebih semangat jika cerita itu di bacakan oleh seseorang. Jika membacanya sendiri pasti hanya bisa ingat pada hari itu juga. Kebiasaan dibacakan juga mungkin mempengaruhi. Tapi memang ia adalah anak yang manja. Karena ia sangat disayang oleh semuanya dalam keluarga itu.
Keesokan harinya kakek menjemputnya pulang sekolah dengan sepeda ontelnya. Jarak sekolah dari rumahnya tidak terlalu jauh hingga mudah di tempuh hanya dengan mengunakan sepeda ontel. Entah mengapa Andi merasa nyaman jika di jemput dengan mengunakan sepeda ontel ketimbang dengan mobil. Lalu mereka makan bersama, sedangkan ibu belum pulang dan ayah masih berada diluar kota. Terkadang berbulan-bulan ayah tidak pulang. Cukup sederhana alasanya yaitu urusan kerjaan dan lain sebagainya. Ia percaya apa yang dikerjakan ayah pastinya demi keluarganya. Tetapi jika boleh memilih sebagai seorang anak, ingin sekali mempunyai sebuah keluarga yang selalu berdampingan. Namun tidak baginya mereka terlalu sibuk dengan kerjaanya.
Setelah makan mereka duduk di beranda samping, kembali kakek membawa buku cerita kemarin. Juga kembali segelas teh dengan roti selai kali ini. Ia juga mengambil minuman ringan dari kulkas.
“Sudah siap mendegarkan kembali” ujarnya
Ia menganggukkan kepala kemudian menyedot minuman yang barusan di ambil dari kulkas.
“Kemudian Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie pada hari Rabu, 23 Oktober 1771 (14 Radjab 1185 H), kalau kamu lahirnya Rabu pahing. Ditandai dengan membuka hutan di persimpangan tiga Sungai Landak, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal. Pada 1192 H, Syarif Abdurrahman dikukuhkan menjadi Sultan pada Kesultanan Pontianak. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Mesjid Jami' Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Keraton Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur. Sampai sekarang keberadaan bangunan tersebut masih tetap terjaga dengan baik. Banyak yang mengunjungi tempat peniggalan mantan sultan Pontianak ini. Kelak kalau kamu juga akan bisa mengunjugi tempat ini”.
Tiba-tiba telepon berbunyi dari ruang tengah. Ia melihat wajah Kakek dan sepertinya menyuruhnya untuk mengangkat telpon. Bergegas menuju ruang tengah dan mengangkat telpon.
“Halo”
“Halo…….apa kabar nak, ayah mau bilang kalau bulan ini belum bisa pulang, kamu jaga diri baik-baik ya..”
“Iya” kemudian menutup telpon. Ia kesal mendegar kabar itu, yang ia ingin adalah ayah cepat pulang dan menemaninya berlibur. Karena besok adalah penerimaan raport.
“Kenapa di, kok cemberut”Tanya kakek
“Ayah gak bisa pulang bulan ini kek” dengan wajah cemberut
“Udah jangan cemberut gitu kan ada kakek yang temani entar liburan, sekarang kita lanjutkan ceritanya”
Andi langsung memeluk Kakek dengan erat dan tak ingin melepaskanya. Ia bahagia karena sang Kakeklah yang selalu menemaniya. Kemudian kakek melanjutkan membacakan ceritanya juga dengan membalas pelukan Andi.
“Tetapi ada juga lo….. Sejarah pendirian kota Pontianak yang dituliskan oleh seorang sejarawan Belanda, VJ. Verth, dalam bukunya Borneos Wester Afdeling, yang isinya sedikit berbeda dari versi cerita yang beredar di kalangan masyarakat saat ini. Tetapi sampai saat ini kakek belum pernah melihat buku tersebut. Untuk mencari ditoko-toko buku mungkin sulit. Mungkin kita akan menemukan buku itu ke Perustakaan wilayah pada daerah Pontianak. Juga mungkin kita temukan di TMII.”
“Kenapa justru orang Belanda yang menulis buku itu kek….?”
“Itulah mereka orang barat selalu ingin tahu, tentang peninggalan terdahulu. Kalau kamu tahu pelaut Cristofer Collumbus yang berkeliling dunia dengan kapalnya. Hingga menemukan benua Amerika, yang kini menjadi Negara adikuasa. Begitulah semangat mereka yang selalu ingin tahu, makanya banyak orang pinter disana”.
Andi terdiam, ia membayangkan suatu saat ketika ia tumbuh besar akan seperti Collumbus yang bisa menemukan sebuah benua.
“Lanjutkan”
“Kakek kampanye ya…” celetuknya
Kakek tertawa lebar mendegar celotehnya. Kemudian melanjutkan ceritanya yang masih panjang. Kali ini kakeknya akan membicarakan sejarah masuknya bangsa Belanda ke Pontianak.
“Belanda itu…….mulai masuk ke Pontianak tahun 1194 Hijriah (1773 Masehi), dari Betawi. Verth menulis bahwa Syarif Abdurrahman, putra ulama Syarif Hussein bin Ahmed Alqadrie (atau dalam versi lain disebut sebagai Al Habib Husin), setelah meninggalkan kerajaan Mempawah mulai merantau. Banyak pulau yang beliau seberagi namun ia lebih tertaik untuk singgah di Banjarmasin. Setelah menginjakkan kaki di tanah Banjar. Beliau tertaik dengan seorang gadis. Ia menikah dengan adik Sultan bernama Ratu Sarib Anom. Setelah menikah ia bersama dengan rakyat berdagag untuk mengumulkan uang sebanyak-banyaknya. Setelah Ia berhasil dalam perdagaga dan mengumpulkan cukup modal untuk mempersenjatai kapal pencalang dan perahu lancangnya. Kemudian ia mulai melakukan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Terjadi pertempuran yang hebat antara Sultan dan bangsa Belanda.”
“Kek berarti Sultan Pontianak itu seorang pahlawan ya..” Tanyanya dengan penasaran
“Tentu saja, seorang Raja harus menjadi panutan bagi rakyatnya. Karena ada penjajah makanya beliau melawan. Beliau berperang tidak hanya dengan rakyatnya tetapi mendapat bantuan Sultan Passir. Syarif Abdurrahman kemudian berhasil membajak kapal Belanda di dekat Bangka, juga kapal Inggris dan Perancis di Pelabuhan Passir. Setelah menag dalam pertempuran itu Abdurrahman menjadi seorang kaya. Kemudian kembali ke Pontianak dengan membawa hasil dari perdagangan. Kemudian mencoba mendirikan pemukiman di sebuah pulau di sungai Kapuas. Beliau menemukan percabangan sungai Landak dan kemudian mengembangkan daerah itu menjadi pusat perdagangan yang makmur. Hingga berdiri Pontianak menjadi kota yang memiliki semboyan Perdagangan dan Jasa”.
“Berarti sejarah timbulnya semboyan gara-gara Sultan berhasil dalam berdagang kek…?”
“Hmmmm….mungkin juga iya” kakek sambil tersenyum.
Ia ingin sekali liburan kali ini bisa berkunjung ke Pontianak, Kota kelahiranya dulu. Dulu ia pernah masuk TK Pertiwi di jalan Penjara. Namun setelah lulus di kelas Nol besar tersebut, ayahnya di pindah tugaskan ke Jakarta. Semua keluarganya ikut ke kota Metropolitan itu, termasuk kakeknya. Neneknya telah lama meniggal sebelum andi lahir karena gagal Ginjal.
“Andi….kok diam”
“Ah ndak kek, lanjutkan ceritanya kek”
“Kemudian pada 1778, kolonialis Belanda dari Batavia memasuki Pontianak dengan dipimpin oleh Willem Ardinpola. Kolonial Belanda saat itu menempati daerah di seberang keraton kesultanan yang kini dikenal dengan daerah Tanah Seribu atau Verkendepaal”.
Suara adzan Dhuhur berkumandang dengan bebas di seantaro kota itu. Hingga menghentikan cerita sang kakek kepada cucunya. Mereka masuk kedalam rumah dan segera mengambil air wudhu untuk melakasanakan kewajibanya. Selesai sholat ia memberikan sepucuk surat kepada kakeknya. Surat itu adalah undagan dari sekolah untuk pembagian raport. Ia binggung harus memberikan kepada siapa lagi selain kakeknya.
Fajar menyingsing dengan warna orange. Tepat pukul 07.30 WIb, kakek meniggalkan rumah dan menuju dimana cucu kesayanganya sekolah. Tepat waktu, ketika sampai di sekolah hanya ada bebrapa orang saja yang sudah duduk di ruangan aula. Kakek lebih cepat 15 menit dalam jadwal yang tertera di undagan. Setelah menunggu bebrapa saat, akhirnya semua wali murid telah datang dan memenuhi ruagan aula itu. Salah seorang guru membuka acara pembagian raport dengan membacakan para siswa yang mendapatkan prestasi. Tidak disangka cucunya mendapatkan rangking pertama. Ini suatu yang pertama kalinya ia mendapatkan prestasi itu. Sampai dirumah, sang kakek memberitahukan kabar gembira ini dengan semangatnya. Namun ibu dan ayahnya masih belum berada dirumah. Ini yang membuat ia sedikit kecewa.
“Kita lanjutkan cerita kemaren aja yuk, ntar kita liburan kesana. Kerumah paman Dzulkarnaen….!”
“Bener nih kek….” dengan senyum lebar
“Insayallah”
Mereka kali ini berada di teras lantai 2, sambil menikmati pemandagan kota itu yang penuh dengan kendaraan. Kali ini kakek langsung mendapatkan lembar yang diinginkan, kerena member batasan dengan selembar kertas.
“Sekarang kita masuk pada cerita yang begitu rumit bahasanya. Pada 5 Juli 1779, Belanda membuat perjanjian dengan Sultan mengenai penduduk Tanah Seribu agar dapat dijadikan daerah kegiatan bangsa Belanda, yang kemudian menjadi kedudukan pemerintahan Resident het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala Daerah Keresidenan Borneo lstana Kadariah Barat) dan Asistent Resident het Hoofd der Affleeling van Pontianak (Asistent Resident Kepala Daerah Kabupaten Pontianak). Area ini selanjutnya menjadi Controleur het Hoofd Onderafdeeling van Pontianak atau Hoofd Plaatselijk Bestuur van Pontianak”.
“Kamu denger aja dulu ya,,,,,kakek juga ngak begitu ngerti bahasanya” dengan senyum dan kemudian melanjutkan kembali ceritanya. Sedangkan Andi hanya terdiam mendegar cerita itu.
“Assistent Resident het Hoofd der Afdeeling van Pontianak juga bisa disebut Bupati Pontianak mendirikan Plaatselijk Fonds. Badan ini mengelola eigendom atau kekayaan Pemerintah, dan mengurus dana pajak. Plaatselijk Fonds kemudian berganti nama menjadi Shintjo pada masa kependudukan Jepang di Pontianak”.
“Kek kita udahan dulu yuk…..!” pinta Andi
“Hmm…baiklak, kamu istirahatya”
Andi segera masuk kedalam, sedangkan kakek masih tetap duduk diteras. Handphonenya berbunyi. Sebuah pesan singkat dari cucunya Sindi anak Dzulkarnaen di Pontianak.
“Ass…Kek giManA kaBar dSana? Libran ini Kakek ke Ptk ya…kami kGen neh…he…he..”.
Sudah 3 tahun ini kakek tidak pernah berkunjung ke kampung halamanya. Padahal ia masih memiliki banyak kebun kelapa dan durian di daerah Punggur. Kebun itu diurus oleh Parji orang kepercayaanya. Setiap hasil penjualan hasil kebun itu selalu dikirimkan kepada kakek. Tetapi terkadang juga di berikan kepada Dzul anaknya.
“Kek liburan ini kita ke rumah paman Dzul ya” tiba-tiba Andi keluar dari dalam
“Barusan Sindi kirim pesan ma kakek, keluarga disana pada kangen katanya”
“Asyik…..jadi kita kapan kesana kek..?”
Kakek terdiam sejenak, beliau sangat ingin melihat kondisi kota Khatulistiwa itu. Sudah lama tidak melihatnya. Banyak pula nanti urusan yang akan diselesaikan disana.
“Minggu ini gimana..tapi sebelumnya kita selesaikan ceritanya bia nanti kamu tahu banyak tentang kota panas itu” lalu melihat muka cucunya.
“Beneran neh kek…asyik” ia gembira mendegarnya.
“Iya, besok kakek cari tiketnya ama teman kakek. Tugas kamu minta izin ma ayah dan ibu, syukur kalau mereka mau ikut’. Sambil mencari batas bacaan cerita kemarin.
Ia hanya diam, mendegar ucapan kakek barusan. Ia berpikir pasti ayah dan ibunya tidak bisa menemani liburan ke Pontianak. Urusan kedunya selalu mementingkan bisnis ketimbang ia anaknya.
“Ah ………nanti aja lah kasi tahunya kek..palingan mereka pada sibuk”. Dengan agak kesal
“Nah ini dia, pada Masa Stadsgemeente berdasarkan besluit Pemerintah Kerajaan Pontianak tanggal 14 Agustus 1946 No. 24/1/1940 PK yang disahkan menetapkan status Pontianak sebagai stadsgemeente. R. Soepardan ditunjuk menjadi syahkota atau pemimpin kota saat itu. Kalau sekarang kita kenal gubernur atau walikota mugkin. Kemudian jabatan Soepardan berakhir pada awal 1948 dan kemudian diganti oleh Ads. Hidayat”.
“Hmmm… kemudian pembentukan stadsgerneente bersifat sementara, maka Besluit Pemerintah Kerajaan Pontianak diubah dan digantikan dengan Undang-Undang Pemerintah Kerajaan Pontianak tanggal 16 September 1949 No. 40/1949/KP. Dalam undang-undang ini disebut Peraturan Pemerintah Pontianak dan membentuk Pemerintah kota Pontianak. Sedangkan perwakilan rakyat disebut Dewan Perwakilan Penduduk Kota Pontianak. Walikota pertama ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Pontianak adalah Rohana Muthalib”.
“Kakek minum dulu, yah.. haus ne. Kemudian pada masa Kota Praja, sesuai dengan perkembangan Tata Pemerintahan, maka dengan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953, bentuk Pemerintahan Landschap Gemeente, ditingkatkan menjadi kota praja Pontianak. Pada masa ini Urusan Pemerintahan terdiri dari Urusan Pemerintahan Umum dan Urusan Pemerintahan Daerah”.
“Udah sore ne kek…udahan yuk..” pintanya
“Iya..kakek juga maw ke rumah temen kakek nyain tiket pesawat. Kamu mandi ya”
“Sip komandan” sambil bergegas meninggalkan teras
Ia masuk, sebelumnya mengambil makanan ikan Koi di lemari, kemudian menaburkanya dikolam dalam rumahnya. Di akuarium ada juga ikan Arwana peliharaan ayahnya. Ikan ini Ayahnya dapat dari Pontianak dan memang hanya ada di kota Khatulistiwa itu. Kota yang selalu mengalami kabut asap jika musim kemarau. Hutan-hutan banyak ditebang untuk dijadikan ladang oleh masyarakat pedalaman. Ada juga penebangan yang dilakukan untuk alih fungsi menjadi tanaman Sawit. Kabut asapnya menjadi masalah bagi penduduk Pontianak di pagi hari. Bahkan penyakit mulai menyerang mereka.
Sebelum Magrib Kakek datang dengan sepeda Ontelnya. Duduk dan membuka tas kulit yang telah berumur 14 tahun. Mengeluarkan 2 tiket pesawat serta sekantong jeruk Pontianak.
“Andi ada jeruk neh, manis lho asli dari Pontianak” teriaknya dengan lantang
Tetapi Andi tak juga datang, hanya Maman pembantunya yang lewat dengan membawa gunting tanaman. Tak lama kemudian Andi datang dengan rambut yang masih basah.
“Dari mana..?”
“Mandi kek,,eh ada jeruk darimana kek”
“Ini jeruk Pontianak, di kasi ma temen kakek waktu beli tiket,, dan ini tiket kita. Besok kita berangkat, jadi malam ne kamu kemaskan barang-barang yang akan di bawa nanti”.
Mendengar ucapan kakeknya ia seakan tidak percaya jika besok akan berangkat melihat tanah kelahiranya. Setelah sekian tahun tak pernah berkunjung sejak ayahnya di pindah tugaskan. Semua impian dan angan-angannya akan terwujud. Semua cerita yang dibacakan oleh kakeknya akan segera terbukti dengan melihat peniggalan bersejarah itu.
“Heh kok melamun, gak baik tar kesambet lho”. Dengan tersenyum
“Ndak kek, andi lagi bayangin bisa kesana lagi. Ketemu dengan keluarga dan tentunya bisa jalan-jalan melihat semua yang ada dalam cerita”.
“Kalau begitu kita lanjutkan ceritanya yang tinggal sedikit lagi ya”
Andi masih terdiam sementara kakek mulai melanjutkan ceritanya.
“Kemudian kita masuk ke masa Kotamadya dan Kota Pemerintah Kota Praja. Pontianak diubah dengan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden No.5 Tahun 1960, Instruksi Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 1964 dan Undang Undang No. 18 Tahun 1965, maka berdasarkan Surat Keputusan DPRD-GR Kota Praja Pontianak No. 021/KPTS/DPRD-GR/65 tanggal 31 Desember 1965, nama Kota Praja Pontianak diganti menjadi Kotamadya Pontianak. Kemudian dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1974, nama Kotamadya Pontianak berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Pontianak. Jadi begitu asalnya hingga kini telah resmi menjadi Kota Pontianak”.
“Mmmm, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah di Daerah merubah sebutan untuk Pemerintah Tingkat II Pontianak menjadi sebutan Pemerintah Kota Pontianak, sebutan kota Potianak diubah kemudian menjadi Kota Pontianak. Dan untuk lebih jelasnya tentang Kota panas itu, besok kita ke sana…….ok” sambil melihat wajah Andi yang sejak tadi terdiam.
“Kek aku ingin ayah dan ibu bisa ikut kita berangkat ke Pontianak..” desahnya
“Iya, kakek juga ingin semua anak-anak kakek kumpul di tanah kelahiran mereka. Tapi ayah dan ibumu kan lagi sibuk” bujuk kakek
Kemudian ia mendekati telepon dan mengambil gagang yang terbungkus kain biru.
“Hallo……yah, besok aku sama kakek mau kerumah om Dzul? Ayah bisa ikut gak..?”
“Hmmmm…ayah masih belum bisa pulang sayang”
“Brakkkkkkkkkkk” langsung menutup telepon dengan keras
“Andi ndak sopan, itu kan Ayahmu..semuanya demi kebaikanmu juga”
“Iya maaf kek”
Ia langsung ke kamar dan tak lagi keluar. Kumadang adzan magrib mengema mengisi seluruh sudut kota Metropolitan itu. Klakson mobil ibunya terdengar dari dalam rumah. Pembantunya segera membuka gerbang. Kakek masih duduk dengan mengupas buah jeruk. Sembari memikirkan apa yang akan terjadi besok.
“Andi kemana pak…?” Tanya Rusmiana
“Hmmm ada dikamarnya,,lagi ngambek..andi udah bilang belum kalau besok kami mau kerumah Dzul…?”
“Belum ada”
“Tadi dia nelpon ayahnya, minta ikut ke sana bareng. Tapi kamu tahu sendirikan gimana sibuknya Dzar sekarang”
Rusmiana mendekati Bapak Mertuanya yang sedang menikmati buah Jeruk Pontianak. Kemudian berkata dengan berbisik-bisik.
“Hmmm Bapak pergi dulu dengan Andi, nanti kami berdua menyusul 3 hari kemudian. Saya dengan mas Dzar ingin membuat surprise. Tapi mungkin ini kesempatan kami. Bapak pasti tahu yang harus dilakukan…ok pak”
Kakek mengangguk-angguk dengan tersenyum. Ia membayangkan jika semua kejutan itu terjadi di Pontianak. Kakek baru sadar jika 3 hari lagi cucunya akan ulang tahun. Ayah dan ibunya akan memberikan kejutan yang sangat terkesan natinya buat anaknya. Tiba-tiba muka kakek merem melek. Jeruk yang di makanya ada yang masam.
“Eh ternyata jeruknya ada yang gak manis” sambil tertawa lepas.
Kesokan harinya andi telah duduk di meja makan. Dengan selembar roti dengan selai nanas kesukaanya. Ibunya masih di dapur, hari ini membuat nasi goreng. Inah juga masih sibuk dengan mengiris bawangnya. Kakek keluar kamarnya dengan koper dan tidak ketinggalan tas kulitnya. Kemudian mendekati cucunya yang duduk seorang diri.
“Heh ….pagi-pagi kok sudah melamun, semuanya udah disiapkan belum” Tanya kakek
“Ih..kakek neh ngejutkan aja,,,udah kek tu deket akuarium” sambil menujukkan kearah akuarium.
“Kita sarapan dulu, jam 9 pesawatnya berangkat”
Inah membawa 2 porsi nasi goreng dan setoples kerupuk ubi. Menyusul ibunya yang juga membawa sepiring nasi goreng dan lalapan. Lalu kakek membaca doa makan dan mererka mulai sarapan.
“Andi entar jangan nakal ya di rumah om Dzul..” pesan ibunya
“Kok….ibu tahu,, andi sengaja dak kasi tahu ibu. Pasti jawabanya tidak bisa ikut iya kan”
“Bukan sayang, hari ini ibu ada pertemuan dengan rekan ibu dari Malaysia”
“Udah-udah, abisin cepet sarapan na. ntar lagi kita berangkat” potong kakek
Andi diam ketika sang kakek memotong pembicaraannya dan ibu. Kemudian ia dan kakek menuju ke mobil dengan menarik barang bawaanya. Diluar Usman sopir pribadi ibunya telah menungu dan membuka pintu. Ia mencium tangan ibunya. Tak ada kata-kata yang ia ucapkan kepada ibunya. Mukanya masih cemberut, kemudian segera meniggalkan ibunya dan bergegas menaiki mobil.
“Rus kami berangkat” sambil melambaikan tangan dari dalam mobil
“Ati-ati pak……, jagakan andi ya” teriak Rusmiana
20 menit perjalanan mereka telah sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Chek in barang kemudian masuk ke ruang tunggu. Bus jemputan telah datang para penumpang bergegas menuju bus itu termasuk mereka. Andi memilih duduk dekat dengan jendela Pesawat. Ia ingin bisa melihat bebas pemandagan kota Pontianak dari angkasa, ketika akan sampai nantinya. Tidak sampai satu jam pesawat akan take off, peringatan untuk tetap mengunakan sabuk pengaman juga telah terdengar dengan jelas. Pandangan andi masih saja tertuju ke bawah, banyak sawah di sekitar bandara Supadio. Pemandangann dari atas pesawat menjadi sangat menarik, semuanya dapat terlihat.
Pesawat berhasil Take Off dengan sempurna. Dari dalam ruangan wajah pamanya yang telah beberapa tahun tidak ia kujungi terlihat dengan membawa kertas putih. Dzul, Aisyah dan Sindi telah menyambut mereka di bandara. Setelah berjabat tangan dan berpelukan mereka naik mobil Dzul menuju rumahnya di Jeruju. Tugu Digulis dibundaran Untan menjadi daya tarik bagi andi, ia membalikan badan ketika mobil telah menjauh hanya untuk melihat tugu Bambu Kuning itu. Namun ia sangat ingin berkunjung ke Isatana Kadariyah, untuk membuktikan bacaan yang telah ia degar dari kakeknya.
Sampailah mereka di kediaman Dzul, sejumlah makanan khas Pontianak telah di persiapkan. Mulai dari Bubur Pedas, Mie Tiau sampai Sotong Pangkong pun telah tersusun di meja makan. Sambal Sotong Pangkong yang menjadi cita rasa juga banyak pilihan. Mereka semua menuju meja makan kemudian menikamti makan siang.
2 hari sudah ia dan kakeknya berada di tanah kelahiranya. Besok adalah ulang tahun andi, tetapi kakek dan ibunya telah mempersiapkan untuk membuat surprise. Hari ini andi dan kakeknya berkunjung untuk melihat kebun durian kakek di daerah Pal. Kebetulan Pontianak sedang musim Duren. Kebun itu juga banyak menghasilkan banyak duren. Setelah puas makan buah duren mereka pulag karena hari akan gelap.
“Besok kita harus ke Kraton ya kek….harus” desak Andi
“Iya…pasti kita kesana kok”
Pagi tiba dengan sambutan kokok ayam. Setelah sholat subuh andi tidur kembali. Padahal biasanya ia bangun dan keluar bersama sindi melihat pemandagan sekitar. Ia tertidur hingga Pukul 08.30 wib. Kemudian mencari sang kakek untuk ikut berkunjung ke Kraton. Namun tak kunjung ia temukan kakek
“Bi…kakek kemana ya..” Tanyanya kepada bibi Aisyah
“Tadi pagi pergi bersama Sindi katanya sih mau ke kebun duren lagi”
“Lantas siapa yang mengantar andi ke Kraton bi..” teriaknya
Ia kecewa dengan kakek, hanya duduk dan berdiam diri. Dari arah pintu depan ayah dan ibunya dengan membawa koper melihat andi dari tadi.
“Bagaimana jika dengan kami perginya” ujar ayahnya
Menoleh ke arah suara. Ketika melihat wajah kedua orang tuanya ada tak jauh darinya ia langsung berlari mendekat. Memeluk keduanya dengan eratnya. Ibunya mengeluarkan kado yang terbungkus kartun Spiderman.
“Met ulang tahun sayang……..”
Referensi: Wikipedia.indonesia.com
MANTAAAABB K' bhol!!!Kreatif!!!berita membosankan disulap jd cerpen yg asyik!!!!