Semingu kemarin aku menagkapnya, ketika ia sedang duduk didepan teras. Sambil menatap seekor burung gereja yang menari dalam semak daun sawo. Perenjak juga melekat pada sebuah sawo matang, paruhnya yang panjang menancap kuat dalam lembutnya daging berwarna coklat itu. Terkadang ia merunduk sembari memasang kuda-kuda. Kemudian duduk lagi dengan pandagan yang lebih serius. Berguling berusaha mengigit punggungnya, terus ia lakukan hingga letih. Entah itu kebiasaan atau hanya sebuah permainan yang di turunkan oleh moyang kucing tempo dulu. Layaknya anak kecil yang main petak umpet atau kelereng. Namun itu tak pakai lagi, ada Plasystation yang mengantikan semua itu. Ekornya juga terus menari salsa, ke kanan dan ke kiri tak pernah berhenti. Aku datang diam-diam dari belakang, sambil langkah jinjit tersembunyi. Mirip James Bond ketika mengintip musuhnya. Niatku ingin menghardiknya dari belakang. Telinga panjangnya sedikit bergerak, lalu dengan segera menoleh dan melompat menjauh dariku. Akhhhhh……..sakti sekali mahluk ini, tidak ada antenna di tubuhnya yang dapat mendeteksi langkahku. Tapi kenyataanya ia dapat mendegar dengan sinyal kuat, bagai tower 120 meter dengan jaringan 1220 Hz.
Berlari, lalu Ia berdiri diatas tumpukan pasir putih, gagah dan menawan. Sengatan keras matahari membuat kilau bulu putih itu bersinar. Sepertinya Ia berteriak ‘ I am Legend’. Dialah pahlawan yang telah berjuang habis-habisan lalu berdiri pada sebuah gunung tinggi. Memandang luas alam seraya bangga dapat mengalahkanku. Tingkahnya semakin menjengkelkan. Berguling-guling seolah mengejekku. Geram, semakin tertantang untuk menagkap lalu ku jitak kepalanya. Ku biarkan ia tetap berguling. Kali ini jurus kunyuk melempar buah milik Wiro Sableng 212 terpaksa aku pinjam. Langkah kakiku begitu cepat, mendekat dan hap hap….hap….tengkuknya sudah ku jepit dengan jariku. Aku hebat bukan??
Akhhh mirip penjahat racun merah saja dia. Bukanya pasrah malah melawan. Ia menjerit hebat, meronta dan berusaha meraih tanganku dengan cakarnya yang tajam. Tidak tahu yang ini jurus milik siapa, tanganku begitu lembut. Bobon terhipnotis oleh Tommy Rafael. Ia terpejam nikmat, saat jariku mengelus lehernya. Tidak berkutik, diam saja.
Ia terlena dengan belaian lembut tanganku. Tiba-tiba aku jual mahal dan menjauhinya. Apa yang terjadi??bobon mengejarku berusaha meraih kakiku. Berteriak lepas. Memintaku untuk mengelusnya. Terus saja aku berjalan.
Ketika sampai didepan kamar mandi ia berhenti dan mengurungkan niatnya untuk mengejarku. Segera kuraih badanya yang penuh dengan lemak, Ia menjerit menolak. Segera ku siram dengan air tanpa ampun. Sabun cair meresap dalam bulu-bulunya. Ie tetap menjerit hebat, kukunya kusikat rata sampai ujung kaki. Lehernya kujerat dengan erat. Ini adalah penyiksaan? Bukan ini sebuah program kesehatan untuknya. Tidak ada Dokter hewan di Kampungku. Tidak ada penyedia layanan memandikan kucing. Wajar saja ku lakukan itu. Walau harus bertolak dengan Emak. “Jangan mandikan kucing, nanti hujan lebat” itu katanya sambil mengiris bawang. Ahkkk…itu kuasa yang diatas, jika memang mau hujan ya hujan saja. Tidak perlu menyalahkan kucing dengan memandikanya. Ya mohon ampun saja dengan pendahulu-pendahuluku. Hanya tidak ingin kucing putih gembrot itu kotor dengan tanah. Meski hanya seekor kucing. Tetapi dia lebih dari pada itu bagiku. Walau pernah sodaranya melukai wajahku dengan cakarnya. Tidak sedikitpun aku mendendam pada mahluk ‘ngeog’ itu. I like u cat_________
Air mengubah Badanya yang gumpal menjadi sangat kurus. Bulunya yang kembang menyusut. Bahkan ia mengigil tak berdaya. Sehelai handuk membungkus badanya. Ku bawa ia keluar rumah. Ia melompat dari pelukanku. Memilih duduk diatas pasir sambil menjilati apa saja yang bisa ia raih dengan lidahnya. Sang perenjak bernanyi riang, mungkin menertawakan Bobon dengan segala kekalahanya. Karena mereka tahu bangsa kucing takut dengan air. Ada juga kambing yang juga takut dengan air. Tapi bagiku Bobon adalah juaranya, karena ia kucing yang mau mandi walau dengan paksaan.
Karena sebuah study, aku meniggalkanya. Yang ku tahu Ayah sangat fanatik dengan bangsa kucing. Kamu tahu kawan? Sebaris kursi sudutnya berantakan oleh cakar si kucing. Belum lagi perabotan rumah yang jatuh akibat ia sering bermain dengan bangsa cicak. Juga pertarungan sengit dengan si hitam di atas seng, ketika memperbutkan Angel kucing perawan sebelah. Tegah malam mereka duel di atas seng. Ketika para penghuni rumah sedang tidur pulas. Suara gaduh dan sangat membisingkan ketika ia sedang adu jotos. Jika ditranslatekan
“ angel itu puny ague bodoh” kata Bobon.
“dasar buntal, dia lebih suka dengan kulit hitam yang kekar seperti ku” si Item membalasnya.
Ayah terbangun dan membawakan seember air. Lalu membuangnya ke atas atap, arena mereka memperebutkan si Angel. Keduanya bubar bagai di siram hujan. Namun masih saling mengancam.
Esoknya ku lihat, wajah bobon merah. Tepat di bawah janggutnya. Memar dan berdarah. Gagahnya sedikit hilang karena kumis garangnya hilang. Mungkin cakar si Hitam berhasil merontokanya.
Sebulan meniggalkanya. Kembali kerumah dengan harap bisa memeluk sejuta bulu putihnya. Biasanya ketika hendak melangkah untuk pertama kalinya ia menyambut disudut pintu. Kali ini tidak, sepi. Auman yang biasa membisingkan ketika kumis lentik tetangga dengan banyak belang hitam di badanya juga hilang. Sebelumnya pipinya bersayat merah, hingga hilang beberapa kumis panjangnya. Saat ku tanya ia tersipu malu, bahkan menutup matanya. Lantas cicak segera menyahut “ akhhh ditampar sibelang tetangga to”.ckckcckckckckckkck
Ibu bilang 2 minggu ia menghilang, sayang ia belum sempat aku belikan blackberry keluaran teranyar. Hingga tidak mendapat kabarnya tiap hari. Bahkan hingga kini, ia dimana, makan apa semuanya menjadi sebuah pikiran yang menjadi rindu untuk memukul dan menjitak kala ia menerkam seekor ikan dilemari. Bobon dimana kamu?..........
hehehehehe.....,,,
tertawa untuk gaya bahasamu....
hiks...hiks...,,
menangis utk kisahmu....
hiks hiks
bobonku kemana