herianjhonlembu. Diberdayakan oleh Blogger.

ShoutMix chat widget

pusTaKa_koe



Cari di Paman GoggLe

Selasa, 12 Juli 2011

Menulis Mimpi

Indah mengenang selama setahun terakhir perjalanan kami, senyum mereka masih melekat erat dalam batok kepalaku. Bahkan suara-suara indah itu tak ingin hengkang dari telingaku. Begitu cepatnya waktu itu berjalan, sepertinya baru kemarin kami bercanda dalam satu lingkaran kontrak kerja di perusahaan ini. Dan “besok” kami akan melaprokan kembali pertangunggjawaban kami sebagai pegawai kepada direktor kami dan pada seluruh karyawan pada umumnya. Kemarin pula kami mengadakan rapat redaksi, dengan tema yang begitu hangat untuk di perbincangkan dalam lingkungan kami. Hingga turun meliput dengan berbagai macam “lagu” sendu dan sedih. Semunya menjadi satu, kemuidan mengumpulkan kepada redaktur hingga menghapus sebagian atau seluruhnya jika bahan berita itu menyalahi aturan yang telah di sempurnakan. Setelah terbit pemberitaan kami mengalami banyak tanggapan. Bahwasanya berita itu di anggap “hot” oleh masyarakat, hingga kami mengadakan diskusi menganggakat masalah di “headline” berita kami. Lingkungan yang selalu menjadi harapan kedepan untuk melangkah indah dan mengukir nama yang tak akan hilang dalam peradaban sejarah. Dunia kelak akan menulis nama-nama kami dalam sejarah itu. Coretan-coretan melingkar licin indentik dengan cacing dalam berbagai coretan menghiasi buku agendaku. Seorang Dokter pun tak akan faham dengan relief tulisanku. Tapi aku akan yakin jika Professor Arkeolog kelak dapat membaca tulisan-tulisan dalam agendaku jika memang bahan penelitianya mengarah pada sebuah tulisan yang tidak lazim di mengerti oleh orang pada umumnya.
Pernah dalam hati berangan untuk dapat menjadikan perusahaan kami sebagai Coorporation yang memiliki kuasa hukum, keberadaanya pun cukup di perhitungkan dalam dunia bisinis media baik lokal maupun internasional. Mungkin gigit jari untuk mendapatkan mimpi-mimpi indah itu, kenyataanya sekarang keuangan kami mengalami devisit yang cukup parah. Tetapi untuk dapat mempunyai angan-angan yang tinggi kita harus bermimpi dulu boy!. Dampak krisis global adalah satu pengaruh keterpurukan perusahan kami. Konsumen tetap kami dengan berbagai alasan memperkecil pesanan. Bahkan menolak untuk kembali berlangganan. Serta para pembeli eceran mengeluh dengan naiknya harga dari produk kami. Bujuk rayu yang manis kami lakukan demi kelancaran dan habisnya media cetak kami. Mulai main mata hingga “belekan” sampai “keliliban” kami lakukan untuk satu tujuan kami. Masalahya, Jika kami tetap mempertahankan dengan harga semula, maka dapat di pastikan perusahaan kami akan “Gulung Tikar” lebih cepat. Para investor kami pun telah banyak berpindah ke perusahaan lain. Apa yang salah dari manajemen kami, apakah semua karyawan perlu mendapat pelatihan manajeman sebuah perusahaan, untuk menigkatkan kinerja mereka.
Dari semua permasalahan yang kami hadapi, kami mengadakan sebuah rapat di ruangan Hotel tanpa dinding. Sebelah kanan terdapat kolam dengan teratai yang baru mekar menambah kesan romantis, tentunya bagi yang sedang dilanda kupu-kupu warna “pink”. Seperti rekan kerja kami yang tengah di hinggapi kupu-kupu itu, kian hari semakin banyak mengitari kepala keduanya. Tapi aneh bagiku keduanya sama-sama ngotot dengan gaya yang sulit ditebak. Bahkan hingga kini keduanya bagaikan sebuah misteri cerita yang tiada akhir, terkadang dapat kulihat senyum manis dari keduanya bahkan merah padam dari salah satunya. Aku hanya dapat berharap semoga kupu-kupu pink yang selalu mengitarinya tak akan pergi dari desah nafas dan detak jantung keduanya hingga menjadi sebuah taman bunga yang ramai akan kupu-kupu yang saling mengitari bunga. Ah…indah rasanya jika dapat melihat kebahagian mereka, suatu hari aku dan rekan-rekan dalam perusahan akan bermimpi menimang “kepompong” buah karya kupu-kupu itu. Bahagia akan kami rasakan bersama jika mimpi itu dapat terwujud, dengan isak tangis pertamanya.
Dalam rapat kami menghasilkan sebuah kesepakatan untuk menambah jumlah karyawan, meskipun kami sadar keuangan kami mengalami defisit. Tapi kami yakin dengan penambahan jumlah karyawan perusahaan kami akan kembali bersinar. Calon karyawan kami juga berlatar pendidikan yang beragam. Kata bijak mengatakan “ sebuah keberagaman akan menghasilkan sebuah kesuksesan”. Setelah menimbang, memperhatikan dan memutuskan kami menerima 10 karyawan baru. Sebenarnya yang melamar ada 29 orang, namun dengan beririingnya waktu dan tugas yang harus mereka kerjakan sebelumnya. Menjadikan mereka gugur ditengah jalan, dan sisanya hanya 10 orang. Tentunya mereka adalah tentara yang siap berperang dalam laga-laga ide kreatif dan inovatif. Rela mati demi kebenaran dalam “kode etik jurnalisme”. Bersenjatakan tinta yang sangat beracun bagi mereka yang membuat kesalahan dalam kehidupan bernegara. Sebelumnya mereka mendapatkan pelatihan di daerah puncak, dengan udara dingin dan jauh dari kebisingan kota. Yang ada hanya bunyi Jangkrik dan Nyamuk yang tak mau beranjak, bau badan lagi-lagi menjadi pemicu berkumpulnya makhluk Tuhan yang di ciptakan untuk mencuri darah manusia maupun lainya. Harus naik turun jurang dengan ketingian kira-kira 1400 Km dari permukaan laut. Sebuah tali kami ulurkan sampai kedasar bukit dengan empat kaitan untuk menghindari hal-hal yang tidak di inginkan. Postur mereka juga lumayan segar dan sehat. Hal yang ku takutkan adalah, ketika mereka menuruni puncak kemudian bergulung-gulung karena terjatuh. Beruntung semuanya berjalan dengan baik. Hanya sehari kami melakukan pelatihan kepada calon karyawan baru, hingga kami resmi menganggkatnya menjadi karyawan tetap. Sebelumnya pikiranku kalut, baru pertama kali mengadakan kegiatan out dor semacam ini, bahkan aku pula yang bertanggung jawab dengan ini. Persiapannya juga begitu rumit, mulai dari surat menyurat sampai di surati dari dari salah satu calon anggota karyawan kami. Dengan bantuan dari rekan satu tim akhirnya kegiatan persiapan pun rampung. Sebuah mobil baru, yang memang baru kami temukan dan lihat, dengan warna hijau menghiasi seluruh bodynya. Semuanya naik dengan tidak menyisihkan space lagi.
Kegiatan itu telah menjadi sejarah dalam perusahaan kami, pasalnya baru pertama kali itu kami mengadakan kegiatan tersebut. Senyum puas dapat kulihat dari wajah-wajah yang nantinya akan menjalankan perusahaan kami menuju sebuah keberhasilan yang membanggakan. Walaupun mata mereka begitu sayup dengan begitu lelahnya dalam kegiatan tersebut. Setelah mereka masuk kantor, kinerja mereka pun tidak di ragukan lagi, mereka mengisahkan cerita baru dalam ruangan kantor kami yang terkadang berantakan dengan sisa-sisa makanan. Bahkan tempat makananya pun masih dapat kujumpai ketika pagi buta menginjakan kaki di sana. Sebuah jadwal telah tertempel untuk mengingatkan mereka membersihkan kantor. Juga sebuah peringatan “dilarang merokok”, namun tetap saja aku menghembuskan asap rokok di ruangan ber-AC yang 5 tahun kedepan akan terwujud. Bukan bermaksud untuk melangar apa yang telah aku tulis “sahabat” namun itu memang menjadi sebuah kesalahan yang begitu rumit untuk di pelajari.
Dalam kantor kami, aku juga mendapat banyak sikap yang begitu berwarna dan saling melengkapi kesunyian. Suara-suara itu terdengar hingar bingar jika bahan berita belum juga terkumpul. Mulai dari short message service menghiasi layar hapeku. Hingga tatapan mata yang dulu pernah diterbitkan karena begitu seramnya. Bukan hanya aku yang mengatakan “cerewet” tetapi sebagian rekan juga setuju dan telah mendukung suaraku jika memang suara tersebut layak untuk ikut dalam “pemilu”. Ruangan ini begitu membuatku mempunyai dunia baru, keluarga baru tanpa ikatan pun terwujud, bahkan mereka telah melahirkan banyak anak yang dengan ajaib telah menjadi besar. Tanpa perlu repot harus membawanya ke sebuah posyandu ketika awal bulan. Dan tak perlu repot-repot pergi ke KUA untuk mengurus pernikahan mereka. Hanya perlu main mata dan sedikit kesabaran untuk mendapatkan seorang calon hidup. Tentunya juga berharap kupu-kupu “pink” hinggap di sekitar kepalanya. Karena tanpa kupu-kupu “pink” mustahil semuanya menjadi “indah pada waktunya” persis seperti Delon bersyair indah.
Lembut dan lembut serta lembut lagi dia selalu member inspirasi untuk selalu bersabar dalam mengahadapi masalah yang kian melanda. Begitu juga ketika aku sering mengaggu “jenkelin” untung hanya sebuah buku yang ia pukulkan. Padahal begitu banyak senjata tajam dalam ruangan itu. Sebuah linggis besar dan palu juga ada di balik meja, tapi aku tak yakin ia akan mengunakan benda itu. Kemudian serius dan banyak lagi sikapnya yang belum ku mengerti dalam diri spongbob itu. Padahal aku juga kerap dipanggil Patrick namun aku tak berharap mempunyai rumah dalam batu. Manisya senyum, dengan gaya rambut dan pakaian yang selalu mengikuti mode “trendsetter”. Lelaki yang harus hijrah jauh dari perhuluan Kalimantan Barat. Ia begitu baik, saking baiknya bahkan lebih baik dari mereka yang mengaku baik. Puitis dan kalem begitu gaya perantauan dari tanah Jawa, yang memberiku inpsirasi untuk mengikuti “eksotisnya” kata-kata dalam setiap tulisanya. Ia pernah bermimpi untuk dapat melihat Butterfly pink itu. Sepertinya ia telah berusaha untuk mengundang kupu-kupu itu untuk hinggap. Bahkan begitu banyak warna-warni bunga untuk mengundang ia hinggap. Yang kutahu kupu-kupu itu pernah hinggap untuk sejenak namun kini kian menjauh. Ada yang salah denganya, atau dengan tamanya. Yang pasti untuk dapat melihat “kepompong” kedua kalinya jauh dari harapan kami.
Kemudian mantapnya sebuah bisnis yang ia jalankan, sehingga tiap kali pergi ke kantor selalu beganti model dan warna kuda besinya. Bahkan bisnisnya mulai merambah di dunia telekomunikasi. Teknologi yang paling tinggi ia gunakan dalam hapenya. Bahkan ia jarang dan tak pernah mengisi daftar hadir di kantor. Kecil tak berarti kalah, ia begitu bersinar di daerah kelahiranya. Ketika libur ia memutuskan untuk pulang dan menjadi “Oemar Bakry”. Sebuah pekerjaan yang begitu membanggakan, mendidik anak-anak yang kelak akan mengharumkan bangsa ini. Jenggotnya kian rapi jika tersenyum malu, datang terlambat kemudian masuk dengan menundukan kepala dan tersenyum lebar. Ruangan akan berubah jika ia datang, menjadi ranah-ranah kegembiraan. Muka serius dan ide-ide cemerlang yang selalu ia berikan dalam rapat kini tidak lagi muncul. Kesibukan di luar menyebabkan ia harus mengambil keputusan itu.
“Wonder women” kira-kira begitu karena dari sekian banyak yang ada, hanya ada kartini-kartini itu yang tak tetap berusaha online dalam kantor tersebut. Aku punya “emak”, aku punya “ibu” dan aku punya “umi” namun alagkah malang nasibku aku tak pernah punya “ayah”. Wajahnya tak begitu akrab bagiku, tak mau bertanya lebih pada “emak” di mana keberadaan ayah. Katanya pergi meniggalkan ketika dunia sedang kacau. Tapi aku bahagia memiliki semua yang ada.
Semuanya menambah daftar cerita dalam hidupku, juga 10 karyawan baru itu. Senyumnya masih menyimpan harapan yang akan membawa “Warta STAIN” ke depan dengan lebih baik. Terimakasih untuk kisah yang tak akan pernah aku lupakan. Sebuah perjalanan panjang yang kelak akan menjadi bahan dongeng jika kemudian memiliki “kepompong” seperti teman dan rekanku. Yang akan memberi pelajaran untuk mengikuti sisa umurku, Yang akan ku bawa sampai nafas ini terhenti untuk membayar mahal semua kegiatan di dunia. Yang ku inginkan adalah ketika dapat melihat lahirya kepompong itu. Aku akan bahagia melihat junior itu dapat meneruskan pekerjaan kami yang mungkin belum sempurna. “setetes air mata akan keluar dari mata laki-laki dan perempuan, karna tak ada yang membedakanya”. Mungkin aku akan menagis jika melihat semuanya tak lagi tersenyum dalam ruangan ini. Begitu indah ketika the pahit dapat mengalir dalam kerongkogan dan lembutnya bantal yang mereka sebut sebagai “bantal busuk”. Juga tenagnya ketika menghempaskan bokong ini ke merahnya kursi itu.
Pernah membaca sebuah novel yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, ketika seorang sahabat dating dan menawarkan sebuah novel yang menurutnya sangat lucu dan dapat membuat kehilangan semua pikiran yang begitu menjenuhkan. Awalnya tidak begitu menghiarukan, aku hanya duduk dan sibuk dengan pensil untuk membuat sket yang akan ku ukir dengan gambar-gambar yang tak akan begitu jelas. Saking binggungnya, mata pensil tersebut patah dan melompat mengenai kaos putih yang baru kemaren dicuci dengan harus mengantri tetes demi tetes air. Proyek perbaikan membuat kota kami kacau, bayangkan jalan-jalan protokoler digali dan ditanami dengan pipa ukuran raksasa. Macet menjadi sebuah pandangan yang tidak mengherankan jika jam-jam sibuk. 
pada 29 Oktober 2009 jam 12:33

gak kebayang

Siapa dia,,aku juga tak begitu mengenalnya. Yang pasti wajahnya telah terekam dalam kaset diotakku. Hingga memaksaku untuk terus memutarnya bahkan saat mata ini terlelap. Celakanya dia menari dalam mimpiku, padahal tak membayangkanya. Pertanyaanya adalah kapan akan bertemu dengan sepasang mata yang bisa mengalihkan duniaku. Rasanya kemarin hanya sepintas lalu, tapi begitu menusuk dan menyayat hati. Akhhhhh tak ingin pusing dengan apa yang baru saja di lihat, dia mungkin sudah milik orang lain yang lebih pantas untuk mendapatkanya. Tetapi tidak ada satu hukum dinegara ini yang menghalangi untuk melihat dan membayangkanya. Andai aku memilikinya mungkin dunia tak lagi menagis dengan keadaanku. Mungkin aku akan jadi seorang yang paling bahagia di dunia ini, sedangkan kamu adalah ya..sebatas teman..hehe peace lah.
Tapi yang ini benar-benar membuat aku selalu membayangkan, apa yang akan aku lakukan jika mendapatkanya, warna begitu memukau mata..bahkan nominalnya begitu susah untuk ku hapal.
Dia kudapatkan seesaat petugas membawanya dalam peti dan berusaha memindahkanya ke dalam mesin ATM..
Oh.....no..............hehahahhahehhahehahehahehahea

keceBong boLong

‘Beledek’ bertubi-tubi mengelegar dari atap langit. Kilatan listrik sesekali mencerahkan pemadangan disekitar sawah. Kesempatan koder (kodok sawah) untuk mengintik Kidik, anak dari sebangsa Bangkong yang menetap dalam sebuah tempurung kelapa muda. Rintik hujan mulai memancar. Bangsa Kodok menari riang, energik dan begitu lentik. Semua sorai atau karunia sang ilahi yang menurunkan hujan di malam itu. Koder masih saja pasang mata dan menanti kilatan cahaya datang kembali. Ia adalah sang penganggum bangsa Bangkong yang memiliki seorang putrid kodok dengan banyak bintik di punggungnya. Hal itu yang membuat Koder tergila tak karuan. Koder dilahirkan dengan kulit ‘ijo’ dan senag bertengger di daun teratai sungai tepi sawah. Kata Phyton daging Koder tidak enak, anyir dan bau. Sering Phyton hanya lewat saja tanpa ada niat untuk menerkam bangsa Koder. Lain halnya dengan Bangkong, tubuhnya wangi walau juga tetap anyir, tetapi semuanya suka. Ayam juga kerap kejar-kejaran dengan Bangkong, walau pak tani tak rela sawahnya dijadikan tempat estafet keduanya. Terkadang kucing juga senag mengejarnya, sekedar iseng menuggu tikus kepala coklat keluar dari lubang sudut sangkedan. Tapi bagi Phyton Bangkong hanya makanan pembuka, setelah ayam. Tetapi anak pinggiran kampong juga kerap berburu Bangkong, buat umpan pancinganya. Ahh…kali ini Koder berputar-putar, jika ada teropong mungkin ia dengan leluasa dapat mengintip anak kepala suku Bangkong dengan banyak bintil hitam di sekujur tubuhnya. Koder lunglai ketika melihat bintil itu…..hjantungnya berhenti…kemudian ia menantang petir untuk menyambar tubuhnya. Hal itu akan membuat jantungnya kembali berdetak. n sooo........

23 Agustus 2010

Aku tak mengerti akan semua ini, yang jelas aku menemukanmu dalamsebuah ramainya malam yang pekat. Hingga kudekat dan kujabat tanganya,dadaku penuh sesak kala itu, darahku mengalir deras dan bibirku seakanmembisu. Semuanya menjadi sebuah kejutan bagiku, awalnya aku inginmenemuinya diam dan diam-diam. Hingga ku langkahan kaki penuh dengankesemutan ini setelah lama duduk di sebuah kursi biru berbusa kusam.Dering si noki yang berbanderol Rp. 50.000 ku dapatkan ketika seorangsahabat duduk dengan gelisah dengan menghisap sebatang rokok.Ia bergetar dengan nada jagkrik serta mengelitik. Pesan itumemberitahu keberadanya, hingga berlama-lama bertanya dan menjawab.Hingga menuruni sebuah anak tangga yang licin dengan benyak pasir.Memulai memaksa spongbob untuk menjerit keras, memacu rodanya mengitarijalan basah dan dingin. Depan pintu parkir beberapa kendaraan yangmirip dengan spongbob namun lebih mentereng dan perkasa ikut menjerit .sang joki berbadan sintal dengan leher yang tak terlihat. Begitu sesak,hanya untuk mengistirahatkan spongbob saja harus mengeser sebagsanya,mungkin patrik. Setelah itu sesak semakin terasa, wajah-wajah berseriberpapasan denganku. Sepasang sejoli juga melintas degan begitu aduhai.Sejenak pikiran ini melayang dan berandai, jika ia juga adadisampingku. Namun bertemu saja belum, hanya dapat berhias dalam kataketika layar kodok terbuka.Setelah bersesak-sesakan, ia berkata jika sudah berada di depanparkir dan ingin segera pulang. Mimpi apa semalam, kenapa semuanyamenjadi runyam dan serba gak terurut. Harapan muncul ketika ia bersediamenuggu, hatiku berkata terima kasih untuk itu sebelumnya. Setelahkedua kalinya berpacu dalam kerumunan manusia. Pintu keluar menantididepan mata, segera menuju spongbob berada. Meluncur dan segeramenemuninya. Ternyata aku kelewatan, dengan segera memaksa spongbobuntuk menahan laju rodanya. Tak lama kemudian ia melintas, ia melintas,dan ia melintas tepat depan mataku. Berhenti, segera menghampirinya.Akhhhhhhh apa yang harus aku ucapkan dengan cerita tanpa sekenario ini.Ia lebih dulu menjulurkan jari-jari lentiknya, dengan sedikit gagapkuhujamkan pula jari kasar penuh urat ini. Aku tak tahu kesan pertamasaat ia merasakan kasar dalam tapak tanganku. Sebaliknya, hatiku kacautak karuan, menerima kelembutan tapak itu. dadaku berguncang dan hati menerawang jauh, sangat jauh. lalu ku berkedip dan menyadarkan hatiku untuk tidak terlampau jauh menerawang...hehehe

waktu keciK

Waktu aku kecil emak selalu gendongin pake kain batik panjang. Terus aku nagis deh, gara-gara haus gak ketulungan. Sambil senyum emak bilang “cup-cup”. Emak aku udah paham bener dah dengan pesen Dokter Indonesia kalau air susu ibu itu lebih ‘Top Brand’ dari pada susu sapi olahan para pabrik. Maka dari itu emak tetep ngasi aku ASI mpe umur aku udah lumayan bekarat. Terus-terusan deh aku minum ASI. Suatu ketika emak aku pergi dengan pangeranya yang gak bukan adalah bapakku. Dari pagi, pas ayam jago merah putih degan banyak luka berkokok sampe matahari udah di ubun-ubun mereka belom juga pulang. Lo bayangin dah betapa hausnya aku gak minum ASI dari pagi sampe siang begini. Jaman aku kecil kagak ada hape coy, masa harus kirim surat dulu ke pak pos. perihal: kehausan gara-gara gak minum ASI. Terus ada to handy talki punya bapak aku. Sebagai seorang satpam yang professional, oleh kantor bapak dibekali sebuah HT dengan seragam putih dan warna apa itu celanaya aku lupa. (maklum masih kecil waktu itu kan). Hal yang paling urgen adalah senjatanya coy, bukan M16 sih. Tapi ini tanpa peluru dan sangat mudah pengunaanya serta sangat serba guna. Bayangin pas aku ngompol, to kasur kan penuh dengan air bah yang mirip Tsunami. Sebagian kasur to basah deh. Sebelumnya muka emak kusut bukan karuan, gara-gara to air. Apalagi aroma bunga tujuh rupa dari air kencing to sangat mengoda. Oleh emak aku di angkatnya kasur itu keluar. Pikir aku mau di buang kemana to, maklum kan kasur itu satu2nya yang emak aku punya. Kalau gak salah tebak itu kasur ‘antaran’ waktu bapak ngelamar emak aku.
Udah di buang didepan rumah kan. Terus emak keluar bawa pentungan satpam bapak. Tak lama kemudian jurus 123 emak terlihat sembari suara efek-efek benturan pentungan dengan kasur tadi. Aku nagis dari dalem rumah coy, kasian ma to kasur di pukul-pukul emak mpe babak belur. Padahal aku yang dah buat dia basah. Terus..... gimana ya....mau pup dulu dah..

Tahi Lalat (belom jelas sc)


Yang kutahu kamu hanya miliku, Yang ku tahu kamu hanya punyaku dan yang kutahu sepenuhnya kamu miliku. Tetapi apa yang tidak aku ketahui adalah semua tentang kamu. Licin untuk dimengerti (bukan belut tapi..), selalu lepas ketika ku paksa diri untuk mengetahui semua tentang kamu. Kapan aku mengerti akan semuanya. Kapan……..kapan……….kapan………?
Aku bosan dengan semua tentang kamu. Tetapi kamu malah tersenyum sok manis di dinding kamarku. “Hei…apakah kau menertawaiku..cantik. bisakah kau tidak memandangiku ketika pikiranku melayang dalam dunia perang yang tak tahu kapan akan berakhir”. Stopppppppp jangan tertawa dan memadangku  sok imut terus-terusan.
 Aku melompat selayaknya sang kodok menjilat nyamuk. Hap…kena kau…tetap saja kamu tersenyum. Maaf aku harus mengakhirimu sayang. Aku kalut dengan semuanya. Kacau dengan wajah manismu yang penuh tanda tanya. Bahkan, rumitnya melebihi sulitnya mengerti rumus relativas E=mc²  dari mbah Einstein. Hkkkkkkkkkkk.
Ku balik foto senyumanmu nan aduhai (Ridho Rhoma bok). Ya kali ini hanya sebuah gambar karton putih tanpa foto senyuman manismu. Masih ingat, foto itu kamu berikan saat kita ulang minggu jadian (belom sampai setaon kawan, harap makLOm). Dengan dibungkus kertas kado pink. Jiahhhhhhhhh kenapa harus pink, sayang. Kau tidak mengenalku kah. Aku paling anti dengan warna itu. Ya umur kita baru seminggu, wajar saja kamu nggak kenal aku luar dalam. Kamu hanya kenal aku dari luar saja. Ada otot-otot Ade Rai tentunya dibadanku. Ada jenggotnya Osama pula. Lalu lesung pipitnya Primus Yustisio. Dan sisanya tahi lalat superku tentunya, yang bikin kamu mabok kepayang (oh tHis song Unggu_mabok kepayang. Kalo Mabok Janda jelas Lagunya Denada).
Dan kau tahu kawan, tahi lalat ini begitu memiliki nilai historis sejati dikeluargaku. Bayangkan, Nyak ma Babe saban hari (gaoel sikit,,hehe) bertengkar hanya mempermasalahkan tahi lalat ini. Oh so Sweeat dah.
“Bu..ngikut siapa wajah anak kita. Apakah Cici Paramida dengan tahi lalat itu”
“ya..kite berdua lah Be _NGAPA JAK YAAAAAA!!! …masa otong mirip Bj. Habibie kan jauh sekali” sambil mengulek sambal terasi
“Kagak  bercanda neh _NGAPAAAA JAKKKK YAAAAA………….!” Kumis Babe mulai naik separo (bahaya to kalo udah naek semua. Atap rumah beterbangan)
“hey…..kenapa dengan tahi lalat anak kita, apa  ada yang salah. Apa ada yang menawarnya. Dan apa lagiiiiiii” geram alu tumbuknya semakin nyaring
“Besok Ayah bawa dia ke Dokter besok, dan buang tahi lalatnya. Bayangkan jika dia besar kelak. Dan……tahi lalatnya juga akan ikut membesar bu. Bagaimana dia di ejek oleh teman-temanya. Oh no”
“jika ayah berani membawanya ke dokter, lalu membuang tahi lalat itu. Percayalah cintaku juga akan hilang kepadamu yah…TITIK”
(stop nanti akan aku lanjutkan perhelatan ibu dan ayaku perihal tahi lalat ini.)
Aku kembali duduk bersandar di depan pintu masuk kamarku. Kamarku mempunyai tiga pintu. Satu pintu besar, kalau rumah ya itu pintu utamanya. Kedua pintu diatas dek. Dan ketiga adalah pintu kecil sekitar 15x 10 cm. itu adalah pintu buat Poh..kucing belang tiga miliku. Pasti kau tidak punya kan kawan???
Tktkkkkkkkkkk dia masuk dengan susah payah. Kepalanya nongol gitu aja. Kaya bibir mas koki kalo lagi laper. Aku tertawa, menyaksikan si Poh tidak dapat memasukan bagian perutnya. Dia semakin mengerang ketika aku tertawa. Gembrot satu ini pasti sedang makan enak sebelumnya, hingga badannya tak dapat masuk dipintu yang telah aku ukur sesuai dengan badanya. “Biarkan saja kamu rasakan itu”.
****************
Dia menjerit semakin keras. Aku semakin tak perduli, biar kan saja Poh tidur dalam keadaan seperti itu. Separoh badanya berada di luar rumah dan kepalanya berada di dalam. Pastinya akan sangat lucu. Apa aku kasian kawan?? Tidak. Aku sedang galau dengan si nona manis itu. Dia telah membuatku semakin tak karuan. Karena dia aku jadi setengah linglung. Begitu banyak masalah yang Dia buat. Kata Pak Eman guru Bahasa Indonesiaku, waktu STPDN (Sekolah Terpadu Pilihan Pak Dadu Negeri ).
“tulislah semua masalahmu nak, siapkan sebuah buku kecil. Lalu menarilah dikertas itu. Kelak kau akan terbahak oleh itu” ujarnya
Sebelumnya aku sudah tertawa terbahak-bahak. Muka kami semua, siswa kelas II STPDN merah padam. Kau tahu kenapa Boy? Kokari rekan satu kelas kami, telah menuliskan semua masalahnya di sebuah kulit jeruk bali. Adalah Ponari yang mendapatkan kulit jeruk bertuliskan “mak aku punya masalah, tadi pagi aku nyolong jeruk pak Munir. Emak jangan marah ya masih aku sisakan kog separo buat Emak”.

Pertama, dia menelponku.
“ Yayang Otong dimana neh….”  Mesra, centil pula
“dirumah” singkat padat jelas
“huh…kog gitu sich jawabnya, yang mesra donK”
“heeeeee… dirumah yayang Sotongk”
“nah gitu kan gimana gitu, ada waktu gak. Musim ujan neh.

ShoutMix chat widget

Followers

 

Copyright © 2009 by __________________________________________________

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger