Yang kutahu kamu hanya miliku, Yang ku tahu kamu hanya punyaku dan yang kutahu sepenuhnya kamu miliku. Tetapi apa yang tidak aku ketahui adalah semua tentang kamu. Licin untuk dimengerti (bukan belut tapi..), selalu lepas ketika ku paksa diri untuk mengetahui semua tentang kamu. Kapan aku mengerti akan semuanya. Kapan……..kapan……….kapan………?
Aku bosan dengan semua tentang kamu. Tetapi kamu malah tersenyum sok manis di dinding kamarku. “Hei…apakah kau menertawaiku..cantik. bisakah kau tidak memandangiku ketika pikiranku melayang dalam dunia perang yang tak tahu kapan akan berakhir”. Stopppppppp jangan tertawa dan memadangku sok imut terus-terusan.
Aku melompat selayaknya sang kodok menjilat nyamuk. Hap…kena kau…tetap saja kamu tersenyum. Maaf aku harus mengakhirimu sayang. Aku kalut dengan semuanya. Kacau dengan wajah manismu yang penuh tanda tanya. Bahkan, rumitnya melebihi sulitnya mengerti rumus relativas E=mc² dari mbah Einstein. Hkkkkkkkkkkk.
Ku balik foto senyumanmu nan aduhai (Ridho Rhoma bok). Ya kali ini hanya sebuah gambar karton putih tanpa foto senyuman manismu. Masih ingat, foto itu kamu berikan saat kita ulang minggu jadian (belom sampai setaon kawan, harap makLOm). Dengan dibungkus kertas kado pink. Jiahhhhhhhhh kenapa harus pink, sayang. Kau tidak mengenalku kah. Aku paling anti dengan warna itu. Ya umur kita baru seminggu, wajar saja kamu nggak kenal aku luar dalam. Kamu hanya kenal aku dari luar saja. Ada otot-otot Ade Rai tentunya dibadanku. Ada jenggotnya Osama pula. Lalu lesung pipitnya Primus Yustisio. Dan sisanya tahi lalat superku tentunya, yang bikin kamu mabok kepayang (oh tHis song Unggu_mabok kepayang. Kalo Mabok Janda jelas Lagunya Denada).
Dan kau tahu kawan, tahi lalat ini begitu memiliki nilai historis sejati dikeluargaku. Bayangkan, Nyak ma Babe saban hari (gaoel sikit,,hehe) bertengkar hanya mempermasalahkan tahi lalat ini. Oh so Sweeat dah.
“Bu..ngikut siapa wajah anak kita. Apakah Cici Paramida dengan tahi lalat itu”
“ya..kite berdua lah Be _NGAPA JAK YAAAAAA!!! …masa otong mirip Bj. Habibie kan jauh sekali” sambil mengulek sambal terasi
“Kagak bercanda neh _NGAPAAAA JAKKKK YAAAAA………….!” Kumis Babe mulai naik separo (bahaya to kalo udah naek semua. Atap rumah beterbangan)
“hey…..kenapa dengan tahi lalat anak kita, apa ada yang salah. Apa ada yang menawarnya. Dan apa lagiiiiiii” geram alu tumbuknya semakin nyaring
“Besok Ayah bawa dia ke Dokter besok, dan buang tahi lalatnya. Bayangkan jika dia besar kelak. Dan……tahi lalatnya juga akan ikut membesar bu. Bagaimana dia di ejek oleh teman-temanya. Oh no”
“jika ayah berani membawanya ke dokter, lalu membuang tahi lalat itu. Percayalah cintaku juga akan hilang kepadamu yah…TITIK”
(stop nanti akan aku lanjutkan perhelatan ibu dan ayaku perihal tahi lalat ini.)
Aku kembali duduk bersandar di depan pintu masuk kamarku. Kamarku mempunyai tiga pintu. Satu pintu besar, kalau rumah ya itu pintu utamanya. Kedua pintu diatas dek. Dan ketiga adalah pintu kecil sekitar 15x 10 cm. itu adalah pintu buat Poh..kucing belang tiga miliku. Pasti kau tidak punya kan kawan???
Tktkkkkkkkkkk dia masuk dengan susah payah. Kepalanya nongol gitu aja. Kaya bibir mas koki kalo lagi laper. Aku tertawa, menyaksikan si Poh tidak dapat memasukan bagian perutnya. Dia semakin mengerang ketika aku tertawa. Gembrot satu ini pasti sedang makan enak sebelumnya, hingga badannya tak dapat masuk dipintu yang telah aku ukur sesuai dengan badanya. “Biarkan saja kamu rasakan itu”.
****************
Dia menjerit semakin keras. Aku semakin tak perduli, biar kan saja Poh tidur dalam keadaan seperti itu. Separoh badanya berada di luar rumah dan kepalanya berada di dalam. Pastinya akan sangat lucu. Apa aku kasian kawan?? Tidak. Aku sedang galau dengan si nona manis itu. Dia telah membuatku semakin tak karuan. Karena dia aku jadi setengah linglung. Begitu banyak masalah yang Dia buat. Kata Pak Eman guru Bahasa Indonesiaku, waktu STPDN (Sekolah Terpadu Pilihan Pak Dadu Negeri ).
“tulislah semua masalahmu nak, siapkan sebuah buku kecil. Lalu menarilah dikertas itu. Kelak kau akan terbahak oleh itu” ujarnya
Sebelumnya aku sudah tertawa terbahak-bahak. Muka kami semua, siswa kelas II STPDN merah padam. Kau tahu kenapa Boy? Kokari rekan satu kelas kami, telah menuliskan semua masalahnya di sebuah kulit jeruk bali. Adalah Ponari yang mendapatkan kulit jeruk bertuliskan “mak aku punya masalah, tadi pagi aku nyolong jeruk pak Munir. Emak jangan marah ya masih aku sisakan kog separo buat Emak”.
Pertama, dia menelponku.
“ Yayang Otong dimana neh….” Mesra, centil pula
“dirumah” singkat padat jelas
“huh…kog gitu sich jawabnya, yang mesra donK”
“heeeeee… dirumah yayang Sotongk”
“nah gitu kan gimana gitu, ada waktu gak. Musim ujan neh.
Comments :
0 komentar to “Tahi Lalat (belom jelas sc)”
Posting Komentar