Semangatnya tak pernah pudar, walau usianya sudah tergolong tua bagi para pesaingnya, tapi ia tetap dapat menunjukkan sikap dan semangat yang begitu membara seolah tak akan padam. Sekedar mengungkit masalah yang timbul akibat ia terjun ke dunia baru tersebut. Istrinya merasa aneh jika berada didekatnya. Ia berubah drastis, tidak lagi seperti Liung Loeng SH, yang ia kenal 37 tahun silam, ia menikah karena kepincut gara-gara orkes Desa tetangga, maklum waktu itu hiburan semacam itu masih langka dan menjadi primadona bagi kalangan muda-mudi untuk bersaing mendapatkan pujaan hatinya. Dan alhasil Liung Loeng kepincut dengan Rahmia Soehat anak pengusaha kelapa Dari desa Padangluoekar.
“bu.. buatkan kopi”
“sejak kapan bapak minum kopi?” Mia terheran-heran
Sejak resmi menjadi suami istri pada tanggal 23 april silam, tak pernah secangkir pun Liung minum kopi, ia hanya minum teh dan terkadang susu. Hal inilah yang membuat Rahmia heran.
“sudah buatkan saja” desak Liung
“iya mau yang manis atau yang pahit”
“yang sedang saja” sambil senyum simpul
Liung sibuk dengan hapenya, suara dering sms begitu bertubi-tubi, hingga ia mengambil tisu untuk mengusap kaca matanya yang sedikit buram.
“pak hri ne kekntor”
Dengan sigap Liung yang saking semangatnya segera menuju mobil yang tinggal 3 bulan masa kreditnya. Tanpa pamit dan segera meninggalkan kediamannya di Jln Huedup Drakyat 13. Istri tercinta keluar dengan segelas kopi dan sepiring makanan ringan. Ia hanya meletakkan kopi tersebut dan membuka sedikit tirai lalu mengintip kearah depan garasi. Ia tidak heran bahkan sudah menjadi biasa dengan hal tesebut. Segala hal yang di minta oleh Liung ketika matahari sudah mulai sedikit meninggi selalu sia-sia. Pesan lalu menghilang entah kemana. Hanya pamit lewat sms.
“ bpk ada urusn, mgkn mlm bru pulng, jaga anak2”. Itu kata-kata sms yang selalu menghiasi layer hape Rahmia ketika Liung pergi.
“bapak kemana bu..!” Zaita anak kedua pulang kuliah
“kerja…!”
Sampai saat ini Rahmia tidak tahu Liung kemana, jika ke perkebunan Doel selalu memberi kabar. Namun ia heran dengan kartu nama yang ia temukan di dekat meja kerjanya. Sebuah lambang partai dengan no urut 139. dalam hati Mia, hanya berandai-andai apakah suaminya ikut dalam calon legislatife, yang kurang dua minggu lagi akan di laksanakan.
****
“Pak kita butuh dana untuk kampanye, di daerah Jaoeh Kec. Luengking” ujar tim sukses
Daerah tersebut masih fress, menurut tim survey belum ada lawan yang masuk. Dengan jumlah penduduk 14307 jiwa kita dapat menambah kekuatan dengan tambahan daerah-daerah lain yang telah kita masuki. Liung mengangguk-angguk dengan bayang-banyang kursi empuk jika ia berhasil menag dalam kancah pesta demokrasi ini. Dalam sisi lain Liung merasa uang tabunganya telah habis, yang ada hanya sertifikat perkebunan, rumah, dua mobil dan beberapa yang lainya. Iming-iming imajinasinya tentang kedepan membuat bibirnya mengucapkan.
“berapa yang diperlukan”
“tidak banyak pak sekitar 90-an juta”
Kembali membuat dadanya terasa sesak, lalu menghisap rokok dalam-dalam.
“besok kamu cek direkeningmu”
Liung pulang dengan segera dan memeriksa surat-surat sertifikat yang dibutuhkan untuk mencairkan dana guna kampanye terakhir di daerah Jaoeh. Semuanya telah ia dapatkan, senyum lebar menhiasi wajah Liung yang penuh dengan kumis tebal. Kembali lagi ke mobil menuju sebuah kantor, tanda tangan kedua belah pihak mengores di materai Rp.6000. semua uang tersebut di transferkan kerekening tim suksesnya. Hanya beberapa lembar yang ia simpan dalam dompet.
“dari mana?” Mia mendesak
“dari perkebunan, lihat anak-anak kerja”
Mia merogoh kocek celanaya dan menunjukan kartu yang ia temukan, Liung duduk menghempas sofa dan mengisap rokok dalam-dalam. Kepulan asap melambung hingga membentur plafon.
“bapak ikut caleg, maaf selama ini sembunyi-sembunyi,”
Mia diam dan memandang Liung tajam, memegang tangannya erat-erat dan merebahkan kepalanya di pundak.
“bapak yakin, akan dapat kursi nantinya” sedikit khawatir
“yakinlah, tim sukses bapak sudah memprediksikan, bahwa mereka akan memilih bapak”.
Mia memikirkan sesuatu tentang apa yang akan terjadi jika suaminya gagal dalam pesta demokrasi tersebut. Ia tahu tidak sedikit uang yang dikeluarkan untuk semua itu. Mia juga tahu jika surat-surat penting tersebut sudah digadaikan, karena tidak ia dapatkan ketika membereskan lemari yang sudah mulai berdebu. Namun Mia berharap besar semoga apa yang ada dalam benaknya tidak terwujud.
*******
“semua beban penderitaan rakyat akan teratasi….
“biaya pendidkan serta kesehatan akan lebih terjangkau….
“oleh karena itu pada pemilu 13 juni 2090 pilih saya…
“dari partai Jayae Rakyate no urut 139…
Semangat Liung, mengebu-gebu ketika pidato kampanye di daerah Jaoeh beserta dengan caleg-caleg lain dalam seperjuangan. Massa sangat antusias mendengar celoteh-celoteh indah Liung. Hal ini membuatnya yakin akan naik pada Pemilu nanti. Bayangkan lapangan bola Lumvur Boecack penuh dengan massa, hingga mereka saling berdesak-desakan. Anak-anak dibawah umur pun tak luput dari pandagan. Bendera, atribut dan teriakan semua mengarah kepada Liung. Goyang gergaji artis ibukota menambah semarak kampanye. Liung bergoyang dengan gemulainya, meski artis tersebut lebih gemulai dan seksi. Sebuah lagu Liung sumbangkan untuk menambah semarak dalam kampanye tersebut. Waktu SMP Liung pernah memperoleh piagam penghargaan dari Bupati karena masuk dalam 5 besar festival lagu daerah.
Suara Liung tak kalah merdu dengan artis yang ia datangkan jauh-jauh dari Ibukota. Semprotan air dari tanki mobil pemadam kebakaran menyembul keatas, membasahi baju yang bergambar Liung dengan senyum manisnya yang di pakai pendukungnya. Semua happy, hingga penutupan yang diakhiri dengan pembagian souvenir. Senyum puas terlihat dari wajah Liung “Sang Perubahan” begitu julukan massa pada saat kampanye.
******
Jantung Liung berdegup keras, pasalnya hari ini pesta Demokrasi di selengarakan di seluruh seantaro Negeri ini. Dering hape terus berbunyi dangan berbagai kesibukan laporan tim suksesnya. Satu daerah suara Liung menag dan satu daerah lagi kalah, hal ini membuat emosi Liung terganggu. Dengan duduk di kursi goyang peniggalan mertuanya, sambil mengisap rokok, ia coba menenagkan diri. Mia melihat Liung dengan sangat khawatir, meski ia dan anak-anak serta pegawainya telah memilih Liung pada pesta Demokrasi kemarin. Namun apakah semua penduduk yang telah Liung datangi saat kampanye memilihnya. Mia kembali kedapur dan menyiapkan makan siang.
“pak maaf smua tak ssuai target, kita kalh sura 25 %, kta hrus sbar pak”
Kata-kata itu bak amukan samudra yang menghempas perahu hingga karam ditelan lautan. Liung teriak, berusaha mengingat semua biaya yang telah ia keluarkan. Surat-surat penting telah ia gadaikan, surat peringatan dari pihak dealer mobil belum selesai dibaca. Pihak pengadaian mengatakan bahwa barang-barang yang bapak gadaikan telah jatuh tempo dan harus segera diselesaikan dikantor. Gaji pegawai bulan lal belum semua dibayar. Setumpuk masalah tersebut menghiasi pikiran Liung yang kacau, hingga ia berontak dan memporak-porandakan seluruh isi ruangan kerjanya. Mia, Zaita dan beberapa orang pembantu berusaha menenagkan Liung Loeng. Teriak, tangis serta berontak Liung lakukan terus menerus tak terkendali.
Mobil ambulan dari yayasan Sumber Waras datang, setelah Joentoer anak sulungnya menelpon.
Herian Jhoan Lembu__
Comments :
0 komentar to ““Dilema Caleg””
Posting Komentar