herianjhonlembu. Diberdayakan oleh Blogger.

ShoutMix chat widget

pusTaKa_koe



Cari di Paman GoggLe

Sabtu, 30 Oktober 2010

Jadi Diri Sendiri

Oleh    : Herian Jhoan Lembu
Sejuk damai dan tentram, begitu sebuah desa bernama Mandor dimana ia dilahirkan. Jauh dari keramaian kota serta bising suara kendaraan bermotor. Yang ada hanya sepeda ontel. Yang kini malah marak menjadi incaran para kolektor, bahkan sudah banyak mereka pencinta sepeda ontel yang membuat sebuah kelompok. Sebuah rumah beratapkan sirap, yang dibuat dari kayu kemudian di potong tipis-tipis. Banyak dari mereka yang tinggal di Desa tersebut mengunakan sirap sebagai atap rumahnya. Pagi yang cerah, dimana banyak dari mereka sedang beraktivitas untuk kebutuhan sehari-hari. Matahari pagi dengan sangat indah bersinar, awan-awan juga masih jarang terlihat dilangit desa tersebut. Dalam sebuah kamar berukuran 2,5 X 4 meter seorang bocah laki-laki dilahirkan. Isak tanggis pertama bocah tersebut terdengar sampai dirumah sang Nenek. Hingga beliau bergegas menuju rumah tersebut. Senyum sumringah terlihat dari wajah ibu yang melahirkan bocah tersebut, kata Nenek kala itu. “Heri Julianto” ujar Paman yang ikut serta menyaksikan kelahiran keponakan pertamanya. Nama itu kemudian menjadi nama bocah tersebut, namun hanya selang satu hari nama tersebut diganti lagi oleh Ayahnya, menjadi “Herianto”. Menurut sang Ayah nama itu lebih sederhana, sesuai dengan nama anak kampung lainya. “kita orang kampung, jadi nama jangan aneh-aneh” ujarnya. Waktu itu tepat pada hari Rabu Legi 15 Juni 1988 pukul 06.30 Heri kecil dilahirkan. Meski meminta bantuan seorang dukun beranak yang ada di kampung, tetapi ia sehat tanpa kekurangan apapun. Sebuah Kenduri (selamtan) kecil- kecilan digelar dalam rumah yang sirapnya mulai bocor. Yang diundang hanya seorang Kiyai dan empat tetangga dekat rumah. Sekaligus selamatan pemberian nama kemudian dibacakan doa selamat oleh sang Kiyai. Kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan dan sudah menjadi tradisi turun temurun dimasyarakat Jawa. Setelah ia genap berumur 7 bulan, tradisi berikutnya harus dilaksanankan. Sekitar pukul 06.00 Wib, dengan selembar tikar daun pandan dengan berbagai macam mainan, uang, perhiasan, pulpen, buku, cermin dan lain sebagainya. Ritual ini mereka sebut mudun lemah (turun tanah). Maksudnya seorang anak baru boleh menyentuh tanah secara langsung setelah berumur 7 bulan. Beberapa barang-barang tersebut juga akan memberikan pandangan ke depan jika kelak anak tersebut tumbuh menjadi dewasa. Kata Nenek waktu itu,  ia mengambil sebuah pensil dan makanan. Jika diartikan, maka kelak ia akan menjadi pekerja atau hobi yang berhubungan dengan pensil serta suka makan. Semuanya merupakan tradisi, yang hanya ingin meramalkan kehidupan kedepan dari sang anak, namun masa depan tentunya telah diatur oleh yang diatas. Orang tua hanya berharap kelak anaknya akan menjadi sosok berbakti kepada orang tua dan berguna bagi bangsa ini.
Waktu terus berputar, pembangunan desa telah dilaksanakan. Listrik sudah bisa dinikmati oleh penduduk desa. Hiburan juga sudah dapat dirasakan, namun hanya ada sebuah televisi yang menjadi hiburan satu-satunya bagi penduduk kampung. Waktu itu seorang yang bisa dikatakan sebagai seorang saudagar yang memilikinnya. Rumahnya cukup luas, tetapi setiap usai magrib rumahnya selalu ramai dikunjungi penduduk untuk dapat menyaksikan siaran televisi. Meski hanya dengan warna hitam dan putih. Jalan-jalan juga mulai dibuat dan diaspal walau hanya aspal kasar. Kampung yang sepi berubah menjadi lebih bising. Mobil dan motor lalu-lalang di jalan tersebut, meskipun hanya sekali dalam sehari. Heri kecil bersama dengan teman sebayanya terheran-heran melihat kendaraan tersebut. Hingga pada suatu ketika ia dan beberapa temanya menuggu kedatangan mobil mobil dan motor.
“Hore-hore…….mobil le pada lewat” (hore mobilnya pada lewat) teriak Wandi teman sebayanya. Semuanya, termasuk Heri senang ketika mobil tersebut melintas. Bahkan mereka berusaha meraba dan mengambil bekas lintasan mobil tersebut. Suatu kebanggan tersendiri ketika dapat memegang bekas ban mobil tersebut ketika masih panas. Bagi mereka mobil adalah kendaraan yang sangat aneh dan menakjubkan. Mereka bermimpi kelak akan dapat menaikinya, bahkan menjalankanya.
Genap Heri kecil berumur 6 tahun, semua teman sebayanya sudah berumur 7 tahun. Di desa itu anak yang belum genap berumur 7 tahun belum dapat masuk ke Sekolah Dasar. Bahkan pada usia 6 tahun ia juga masih mengkonsumsi ASI (air susu ibu). Dapat dibayangkan jika seorang anak yang masih mengkonsumsi ASI masuk Sekolah Dasar. Padahal umumnya anak seusia itu tidak lagi mendapatkan ASI, karena bukan lagi anak-anak. Hingga pada minggu pagi, ibunya mendatangkan seorang dukun. Ibunya menginginkan anaknya tidak lagi mengkonsumsi ASI pada usia 6 tahun. Kerja dukun tersebut berhasil, ia tidak lagi mau mengkonsumsi ASI lagi. Hari-hari sepi harus ia lalui ketika pagi hingga siang hari. Teman-teman sebayanya pergi sekolah. Ayah dan ibu bekerja di kebun karet. Mulai pada pukul 03.00-09.30 siang, tiba kembali dengan membawa latek dari kebun. Semua dilakukan secara berkala terkecuali jika hujan turun. Kulit pohon karet tersebut akan basah dan air getah yang disadap akan meluber keluar dari jalur yang telah ditoreh. Sepertinya usaha sadap karet merupakan usaha turun temurun yang diberikan kepada keluarga tersebut. Sebelum bisa mengunakan pisau sadap karet, Ayahnya harus belajar lebih giat. Karena beliau berasal dari pulau Jawa, dan di pulau tersebut belum pernah ia lakukakan pekerjaan seperti itu. Menurutnya ia hanya bekerja mengurus binatang ternak dan mengurus padi yang tumbuh di sawah. Sehingga saat merantau ke Kalimantan dan bertemu dengan sang ibu kemudian menikah tidak mengenal cara yang benar untuk menyadap pohon karet. Hingga seminggu setelah beliau menyadap banyak kulit dari pohon karet tersebut hilang kulit tipisnya. Yang terlihat hanyalah batang dalam dari pohon tersebut. Jika terus disadap dengan cara tersebut maka kesehatan batang pohon karet tersebut akan berkurang dan tak lama kemudain akan mati.
Sejak kecil mendapatkan didikan yang keras dari sang Ayah. Tidak boleh ini dan itu. Semua yang dikerjakan harus yang dikehendaki dengan Ayah. Hingga suatu hari ia pergi bermain dengan sahabatnya hingga sore baru pulang. Sampai dirumah tangan kanan sang Ayah berhasil mendarat mulus di pipinya yang manis. Ia paham dengan apa yang dilakukan oleh Ayahnya, semua demi kebaikan dirinya kelak. Dan jika Ayahnya marah ia hanya diam saja. Bukan hanya sang ayah yang keras dalam mendidiknya. Kakeknya lebih keras lagi, semuanya mengajarkan untuk dapat menjalani kehidupan yang keras ini dengan baik. Tetapi ia beruntung mempunyai sang ibu mendampingi serta selalu membela jika ia kecil dimarah oleh Ayah.
15 Juni 1997 genap berumur 7 tahun dan saatnya ia masuk ke Sekolah Dasar Negeri 16 Kerohok. Banyak teman dan banyak sesuatu hal yang baru. Harus menempuh perjalanan sekitar 15 menit baru sampai ke Sekolah. Karena masih awam, dan belum begitu mengenal medan serta  belum mengenal kawan. Sehingga setiap hendak berangkat dan pulang Sekolah ia harus menunggu sang Paman yang juga sekolah ditempat yang sama. Kebetulan pamanya duduk dikelas VI. Untuk kelas 1 jam 09.00 wib semuanya sudah boleh pulang. Sedangkan untuk kelas VI jam 12.00 Wib baru boleh pulang. Banyak waktu yang ia habiskan hanya untuk menuggu sang Paman keluar kelas dan pulang bersama-sama dengannya. Kadang hanya diam disatu tempat, terkadang bermain dengan anak guru yang kebetulan rumah dinasnya berada di areal Sekolah. Dengan menyimpan rasa lapar yang amat sangat, tetapi ia terkadang beruntung mendapatkan makanan dari temanya. Hingga dapat membantu menahan rasa lapar sembari menuggu pamanya keluar.
Ia adalah sosok yang penuh dengan kegembiraan, hingga banyak teman yang menyukainya. Namun ia sangat bersedih, Johan teman sebangkunya yang baru 2 bulan lebih ia kenal menigalkanya untuk selamanya. Sahabatnya meniggal ketika sedang menyebragi jalan raya. Sebuah mobil Kijang menabraknya dengan kecepatan tinggi. Tubuh Johan yang kecil terpental hingga beberapa meter. Hingga seorang kerabat mengatakan bahwa nyawa Johan tidak bisa ditolong lagi. Heri merasa sangat kehilangan, Johan adalah sahabatnya ketika belajar. Ia selalu teringat ketika Johan sedang flu dan mengeluaran banyak lendir, kerah bajunya basah digunakan untuk menyeka lendir tersebut. Setelah Johan pergi tak ada seorang siswa yang mau mengantikan tempat duduk Johan. Entah apa yang terjadi, mungkin mereka takut arwah Johan marah jika ada salah seorang yang duduk ditempatnya. Hingga naik kelas 2 ia masih duduk sendiri.
Kini ia sudah duduk dikelas IV, ia tidak lagi dikenal dengan pendiam. Tetapi berubah menjadi periang, ia sering membuat teman-temanya tertawa. Suatu ketika ia mendapat giliran piket, bahkan hari itu adalah hari pertama sekolahnya melaksanakan ujian caturwulan. Ia datang pagi-pagi sekali dan menunaikan kewajibanya. Karena ada 3 orang yang mendapatkan jadwal piket yang sama, maka bagian luar kelas tidak ia bersihkan. Berharap 2 temanya akan membersihakanya, namun temanya datang 5 menit sebelum bel berbunyi. Ketika masih membersihkan ruangan luar bel berbunyi sedangkan pekerjaanya tersebut belum juga selelsai. Pengawas datang, dan kebetulan kepala sekolah yang mengawas ujian mereka. Semua penduduk SDN 16 Kerohok tahu jika Pak Doni sang “Head Master” sangat disiplin dan garang. Hingga hari itu terbukti semua yang bertugas piket pada hari itu di kumpulkan didepan kelas. Bukan hanya di pajang didepan tetapi heri mendapatkan pukulan di pipinya sedangkan 2 orang teman perempuan hanya di jewer. Sikap seorang guru sangat berbeda dengan sekarang, mereka sering mengunakan tangan dalam mendidik. Sehingga mencipatakan anak didik yang keras.
Siapa yang tidak hobi permaian yang mengejar sebuah bola dan mengiringnya dan mengarahkan pada gawang lawan. Sebuah permainan yang merakyat, ia sangat hobi denga permainan tersebut. Jam istirahat bukan waktunya untuk makan dikantin. Juga bukan waktunya untuk membaca buku di perpustakaan. Istirahat ia gunakan bersama teman-temanya untuk bermain bola. Bukan hanya laki-laki yang ikut bermain tetapi ada juga perempuan yang ikut bermain. Semuanya bersatu dengan tidak membedakan antara perempuan dan laki-laki. Ada bola, tendang dan gol. Dengan semangatnya ia mengiring bola, namun tepat di depanya ada lawan yang hendak merebut bola darinya. Aksi main sikut-sikutan pun terjadi, tidak ada wasit dalam pertandingan itu. Hingga akhirnya lawanya berhasil menendang dengan keras saat merebut bola darinya. Ternyata bukan bola yang ditendag, melainkan kelingking jari heri yang berhasil ditendang sang lawan. Ia menjerit dengan kerasnya, air mata meleleh dengan spontan. Di gotong menuju ruangan UKS (Unit Kesehatan Sekolah). Setelah mendapatkan pengobatan seadanya dari ruangan sempit itu, ia diantar pulang oleh salah seorang pesuruh.
Sesuatu yang tidak diinginkan terjadi padanya, Ayahnya tahu jika ia kecelakaan ketika sedang bermain bola. Sebelumnya telah berulang kali Ayahnya mengingatkan untuk tidak bermain bola ketika sedang mengenakan pakaian seragam. Ayahnya marah besar, karena telah seminggu ia tidak dapat masuk sekolah karena kakinya tersebut keseleo dan bengkak. Hingga Ayahnya melarang keras untuk bermain bola kembali. Hingga sekarang ia selalu teringat akan kehebohan ayahnya marah sehingga enggan untuk bermain bola kembali.
Setelah genap 6 tahun menimba ilmu di Sekolah Dasar dengan sejuta kisah dibaliknya. Kini tiba saatnya perpisahaan, tetes air mata membasahi pipinya. Walaupun ia seoarng cowok namun perasaanya sangat sensitiv. Ketika melihat seseorang sedang bersedih maka secara spontan ia akan ikut bersedih dan bahkan menagis.  Ketika anplop kelulusan dibuka semuanya lulus dengan baik. Semuanya sangat senag, walau nilainya bukan yang terbaik namun ia bersyukur karena dapat lulus dan tidak membuat kedua orang tuanya kecewa.
Banyak teman sebayanya yang mengambil pilihan untuk melanjutkan pendidikanya di SMP 1 Mandor. Ia pun bergegas mendaftaran diri dengan meminta Ayah untuk mendampinginya. Semangat baru muncul, sekolah baru, seragam baru, buku baru, tas baru semuanya baru. Namun sepatu yang sudah setengah tahun menemaninya saat masih duduk di kelas VI, tidak termasuk dalam barang yang harus diganti. Ayahnya menganggap sepatu tersebut masih layak pakai. Padahal jika mengijak genagan air,  bagian bawah sepatu tersebut basah dan meresap hingga ketelapak kakinya. Kelingking kaki juga terlihat pada sepatu sebelah kanan. Saat itu ada bola yang datang menghampirinya, saat teman sebayanya sedang bermain bola. Tanpa pikir dan perhitungan kalau sepatunya sudah berumur ia menendang dengan sekeras-kerasnya. Tanpa sadar sebuah lubang mengangga tepat dikelingkingnya setelah tendagan hebat terjadi. Ia tidak berani menceritakan kepada sang Ayah perihal sepatu itu. Hingga waktu terus berputar dan masuk ujian akhir. Sedih melihat kondisi sepatu tersebut, namun apa boleh buat, ia tidak ingin dimarahi oleh sang Ayah. Ia pun diam, bahkan ketika ayah ingin membelikan sepatu baru, ia menolak dengan alasan sepatunya masih layak dan bagus untuk digunakan. Semua alasan karena takut ayahnya marah. Namun setelah seminggu bersekolah, ayahnya tahu jika sepatu anaknya sudah bolong. Kemudian sepatu baru pun ia dapatkan.
Hari-hari pertama dilalui dengan semangat. Karena baru pertama kalinya, ia mengunakan jasa angkutan umun. Mereka biasa menyebutnya dengan opelet. Jumlah mereka sangat banyak, sedangkan anak-anak yang akan berangkat sekolah melebihi kapasitas. Jika tidak ingin terlambat sampai tujuan, ia harus berebut naik ke oplet tersebut. Waktu itu armada oplet masih langka. Bahkan alternatif lain jika  tidak ingin terlambat sampai ke sekolah adalah dengan naik diatas kap mobil. Sungguh sebuah pengalaman yang baru ia dapatkan, sebelumnya ia tidak pernah membayangan jika harus naik di kap mobil. Hal itu dapat membahayakan keselamatanya dan teman-teman yang lain. Setelah beberapa hari, hal tersebut menjadi sebuah kebiasaan. Bahkan waktu itu, ketika mereka sudah berada diatas kap oplet dan siap melanjutkan perjalanan pulang. Belum lama oplet berjalan tiba-tiba ban belakang mobil tersebut berjalan mendahului. Ban tersebut lepas dari porosnya. Dari atas mobil mereka semua teriak serta merasa ketakutan. Namun dari sisi lain mereka tertawa terbahak-bahak melihat ban mobil tersebut mendahului mereka. Hilang sudah harapan mereka untuk dapat pulang lebih awal. Karena mobil tersebut mengalami kerusakan.
Semua berjalan dengan tanpa di duga, Heri kecil yang dulu rame tapi pemalu berangsur-angsur berubah menjadi sosok yang keras. Pengaruh dari para sahabatnya membuat ia berubah drastis. Ketika naik kelas 2 SMP, ia merupakan sosok yang cerdas pada mata pelajaran Biologi dan sangat membenci Matematika. Nilai Biologinya cukup tinggi dan Matematikanya hancur tidak karuan. Ketika pergi sekolah ia hanya diberi uang Rp.1000 oleh sang Ayah. Uang tersebut hanya  cukup untuk ongkos pulang pergi dari rumah menuju sekolah. Sedangkan saat istirahat ia berkunjung keperpustakaan. Siasat mulai muncul ketika melihat banyak dari temanya memiliki banyak uang dan malas mencatat. Karena tulisannya bagus pada waktu itu, dan masih langka murid yang memiliki kepandaian menulis indah. sehingga banyak dari mereka menitip tulisan untuk jika guru mereka menyuruh untuk mencatat pelajaran. Sebagian dari mereka yang malas menulis adalah anak-anak dari kalangan mampu. Lumayan untuk upah menulis satu mata pelajaran, ia diajak kekantin dan ditraktir makan mie telur serta segelas es teh ukuran besar. Dengan siasat itu uang jajan dapat di tangani dengan baik. Bahkan terkadang ia mendapat lebih apabila mengerjakan Pr temanya tersebut. Meskipun ia tahu bahwa yang ia kerjakan itu menyalahi aturan, tetapi ketika menginjak kelas 3 SMP. Kegiatan tersebut sudah tidak ia lakukan. Padahal masih banyak teman yang meminta jasanya.
Cowok yang suka warna hitam, hijau dan merah ini pernah ikut bolos pelajaran Bahasa Inggris. Ketika itu mereka berenam termasuk Heri sedang makan dikantin sekolah. Sudah menjadi kebiasaan jika makan selalu dibawa kehutan yang terletak dibelakang kantin. Dengan membentuk sebuah lingkaran dan makan sama-sama. Setelah makan piring dan sendok dibiarkan saja dihutan. Bunyi pukulan lonceng terdengar dari dalam hutan. Mereka sepakat untuk tidak masuk dan berniat untuk mencari tumbuhan “Antuyut” atau lebih dikenal dengan kantong semar. Setelah puas mencari mereka mendapatakan sebuah pohon besar yang rindang. Mereka semua naik keatas pohon. Semua senag karena pemandangan laut putih yang bersinar akibat sinar matahari. Laut putih itu adalah dampak dari penambangan PETI tanpa izin. Mereka semua berteriak dan memukul-mukul dahan pohon tersebut, hingga suara gaduh menyelimuti hutan yang sepi.
“Turun……….!” Teriak pak Ya’safei dari bawah dengan membawa tongkat anak Pramuka.
Secara spotan mereka semua terjun ke tanah, padahal pohon tersebut lumayan tinggi karena takut dimarah dan dihukum oleh sang guru, akhirnya mereka terjun. Karena lahan gambut yang tebal, ketika terjun dari atas pohon kaki mereka semua terbenam dalam gambut sehingga ada di antara mereka meninggalkan sepatunya dalam gambut, karena harus berlari menjauh dari sang guru. Terjadi aksi kejar-kejaran antara murid dan guru. Setelah mendapat ancaman dari sang guru, akhirnya mereka semua menyerah dan ikut ke kantor. Ketika dihitung jumlah mereka berkurang satu. Wandi salah satu rekanya tidak ada, mencari berkeliling disekitar hutan tepat mereka kejar-kejaran bersama pak Ya’ Safei. Ketika akan kembali ketempat asal untuk mengambil sepatu yang terbenam dalam gambut. Rupanya tubuh kecil Wandi masih di atas dahan pohon. Wandi hanya terenyum ketika mereka mendapatkanya. Dengan pegangan kuat dan berusaha untuk dapat turun dari pohon, mereka semua tertawa termasuk sang guru. Mereka dibawa diruang BP setelah lama dinasehati dan dicatat dalam buku hitam milik Bu Hartati S.pd mereka diperbolehkan pulang.
Di rumah Ia merupakan cucu kesayangan kakek. Karena merupakan cucu pertamanya. Selalu ikut serta jika kakek pergi, tak ingin ketingalan. Ketika kakek pergi ke pasar untuk belanja, ia selalu dibelikan makanan “Kimbo”. Terbuat dari kacang yang kemudian dilumuri dengan coklat dan berwana-warni. Musibah tidak tahu kapan akan datangnya. Sang kakek tercinta jatuh sakit karena stroke. Off name dirumah sakit beberapa hari hingga akhirnya dibawa kembali kerumah. Jika malam datang ia selalu menemani sang kakek tidur disampingnya. Karena jika tengah malam kakek terbangun dan memintanya untuk memijat tubuh kakek yang sakit. Namun suatu malam ia tidak menemani kakek tidur. Tidak ada firasat apa-apa waktu itu. Ibu dan ayahnya pergi kerumah kakek, dengan tenag tanpa memberitahu ada apa gerangan kepergianya. Ketika pagi datang, adzan subuh berkumandang, suasana dirumah kakek begitu ramai. Mobil adik kakek pun terlihat depan rumah. Suasana tidak seperti biasanya. Bergegas menuju kerumah kakek untuk mencari ada apa gerangan dirumah itu. Sampai disana mata nenek dan bibi merah padam. Diruang tengah telah banyak orang dengan mengenakan peci membaca yasin. Kain batik membugkus tubuh itu. Hatinya kacau,  berusaha medekati dan menatap wajah itu, begitu pucat . Air mata mengalir begitu saja. Kembali menutup wajahnya dengan kain batik. Dan bergegas menuju rumah dengan linagan air mata. Ia sangat menyesal, karena malam itu tidak menemani kakek disaat terakhirnya. Sebuah mobil kayu yang ia buat bersama dengan kakek, masih indah berada pada tempatnya. Barang itulah menjadi satu-satunya kenagan yang dimiliki. Meskpiun terkadang ban tersebut lepas ketika membawa pasir, namun kekuatan rangkanya seakan selalu mencerminkan kakek pada waktu itu.
Setelah sang kakek di kebumikan, ia mengecat mobil peniggalan tersebut dengan indah. Tak seorang pun boleh memilikinya. Bahkan sepupunya sempat meminta mobil tersebut namun dengan berbagai alasan ia menolak untuk memberikan.  
Setelah lulus SMP pada tahun 2003 kemudian ia ingin melanjutkan ke Sekolah SMAN 1 Mandor. Tetapi karena sang ayah menginginkan ia melanjutkan sekolah di Madrasah, akhirnya ia mengikuti kemauan ayah. Masuk ke Madrasah Aliyah PENDAI Mandor. Masuk sekolah pada pukul 12.30 Wib, sebelum masuk sekolah ia membantu ayahnya menyadap karet. Setelah piawai memainkan pisau sadap karet, akhirnya ia diberikan sebidang kebun baru untuk dikelola sendiri. Proses pertama adalah penebasaan dan pembukaan latek baru. Setelah seminggu latek yang disadap sudah lancar dan menghasilkan 5kg latek murni. Sebulan hasil latek  bertambah menjadi 8-9 kg perhari. Hasil dari penjualan latek yang telah dicetak menjadi blok karet cukup untuk membiyai sekolahnya. Bahkan semua kebutuhan sandang dapat terpenui sendiri tanpa bantuan orang tua lagi.
Masa sekolah di Aliyah merupakan masa perubahan sikap. Dari remaja ke arah dewasa. Banyak hal yang ia dapatkan ketika masuk Aliyah. Meskipun sangat bebal dalam mata pelajaran Bahasa Arab dan semangat ketika pelajaran bahasa Inggris. Alasanya cukup sederhana, guru cantik yang mengampu mata pelajaran bahasa inggris. Hal inilah yang membuatnya semangat, ketika mengikuti pelajaran dari sang guru. Suka makan nasi dengan sayur asem buatan ibu dan neneknya. Menurutnya masakan itu sangatlah nikmat. Apalagi jika ditambah dengan buah melinjo, maka sempurnalah rasa masakan tersebut.
Suka memancing tapi tidak suka makan ikan. Itulah anehnya ia hanya suka mencari ikan, tetapi tidak untuk memakanya. Jika diajak memancing maka semangatnya akan mengebu-gebu. Semua teman sebayanya mengakui kepiawaianya memancing waktu itu. Pernah seseorang teman mengajaknya memancing, tapi karena pancinganya dipinjam oleh paman yang jauh rumahnya. Akhirnya ia meminjam pancingan temanya 2 buah dan temanya memakai 8 buah. Setelah semua pancingan diisi umpan dan ditajurkan. 2 buah pancing miliknya mendapat ikan gabus yang lumayan besar. Namun sebaliknya dari 8 pancingan temanya tak satupun mendapatkan ikan. Hal itu terus berulang hingga ia mendapatkan 7 ekor namun temanya hanya mendapatkan 2 ekor dengan ukuran sedang. Lewat kejadian itu beberapa teman sebayanya mengakui akan kepandaianaya memancing.
Di kampung ia dikenal sebagai si bungsu dengan badan paling besar. Ketika bertemu dengan kerabat di jalan, semua teman sebaya hanya memanggil “bibi” tetapi ia harus memanggil dengan “nenek”. Menurut ayahnya dalam silsilah keluarga ibunya adalah yang termuda hingga harus memanggil dengan perbedaan tersebut. Rasanya seperti anak kecil jika ia harus memanggil dengan perbedaan tersebut. Padahal badanya paling besar dan tinggi.
Harus menginap ketika ujian akhir sekolah, dulu dalam sekelas mereka hanya berjumlah 11 orang, maklum sekolah swasta. Namun dari sebelas tersebut banyak yang ia dapatkan, pelajaran hidup tentunya. Setelah semua mata pelajaran usai di ujikan, pada saaat malam terakhir mereka semua merayakannya dengan membakar ayam dan ikan serta membuat “lemang” . Sebuah makanan yang dibuat dalam bambu khusus, kemudian diisi dengan beras ketan yang telah di rendam sebelumya. Dibakar diatas bara api hingga matang. Makanan ini merupakan makanan khas dari suku Dayak. Semua senag dengan pesta perpisahan malam itu, sebelumnya mereka merenung dan memanjatkan doa kepada sang Khalik. Kelak jika pembagian amplop, mereka semua dapat lulus dengan nilai yang baik. 2 minggu menunggu dengan perasaan tak tenag. Hingga waktu yang dinanti itu tiba, sebuah amplop undagan yang ditujukan kepada wali murid datang dirumahnya. Sebenarnya ia ingin mengambil sendiri amplop tersebut, namun pihak sekolah meminta wali murid untuk mengambil amplop tersebut. Sebelumnya kejadian kurang berkenan telah terjadi. Ketika pembagian amplop kelulusan SMP. Banyak diantara teman-temanya idak lulus, padahal prestasi mereka tidak diragukan lagi. Namun ketika surat kelulusan dibuka mereka dinyatakan tidak lulus. Aksi protes dengan memecahkan kaca, hingga menimbulkan kericuhan. Pengalaman itu yang membuat para pihak sekolah enggan untuk membagikan amplop kelulusan langsung pada siswa. Ayahnya datang untuk mengambil amplop tersebut, sampai dirumah wajah sang ayah biasa-biasa saja tidak mencerminkan sesuatu hal. Hingga isi surat tersebut ia baca dan dengan mata lebar ia membaca kata lulus. Begitu bahagianya melihat isi dari dalam amplop tersebut. Dering hanphone berbunyi, salah satu dari kawanya tidak lulus. Sepuluh dari mereka datang untuk memberi semangat kepada satu yang tidak lulus. Sebelumnya semangat untuk melanjutkan kembali hilang. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mengulang kembali
Sempat mendaftar ke Universitas Tanjungpura, untuk mengambil jurusan Bahasa inggris. Banyak perjuangan hebat yang belum ia lakukan sebelumya. Mereka bertiga, Imam, Heri dan Yoto berangkat dari kampung untuk menuju ke Pontianak. Setelah sampai di Pontianak, banyak hal yang mereka tidak mengerti, mulai dari jalan hingga tujuan yang akan di capai. Untungnya sahabatnya Yoto sedikit banyak mengetahui jalan yang berada di Pontianak hingga dialah yang menjadi acuan. Menginap disebuah kantor sekolah di jalan Imam Bonjol, harus berjalan menuju ke Untan. Padahal saat itu cuaca sangat panas, harus bolak-balik karena banyak persyaratan yang kurang dalam mendaftar. Hingga akhirnya mengikuti tes selama tiga hari, selama itu juga tidak pernah mandi hanya mengusap kepala dan gosok gigi. Tidak ada peralatan mandi yang mereka bawa. Sedangkan suplai air di kantor sekolah tidak mengalir. Abang Yoto adalah pegawai TU disekolah tersebut sehingga mereka diperbolehkan untuk menginap selama 3 hari. Setelah selesai tes, mereka pulang dan menuggu hasilnya.
Seminggu menuggu akhirnya pengumuman itu tersebar lewat Koran lokal. Namun sayang nama mereka bertiga tidak satupun tercantum dalam daftar itu. Kecewa tentunya, karena begitu banyak hal yang dilakukan sebelum mendaftar dan mengikuti tes masuk ke Untan. Mungkin jalanya bukan di Universitas yang telah 52 tahun berdiri di kota Pontianak ini. Hingga akhirnya, sebuah surat PMDK ia bawa ke Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak, ia lulus di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI). Setelah membayar biaya administrasi, seminggu kemudian ia dan ratusan teman-teman barunya mengikuti Ospek. Cowok yang sangat suka minum teh hangat tanpa gula ini mengaku tak pernah menyangka jika kuliah begitu berbeda dengan sekolah. Waktu sekolah gurulah yang berperan aktif memberikan pelajaran kepada anak didiknya. Namun dalam dunia kampus, mahasiswalah yang aktif dalam proses belajar.
Masuk kelas dengan sepatu lusuh warisan sekolah dahulu, karena masih layak untuk digunakan. Bangkunya aneh, hanya ada bangku-bangku tanpa ada meja yang terpisah di depanya. Bangku dan meja menyatu menjadi satu. Saat awal duduk dan mencoba untuk menulis sangatlah sulit, badan harus dipaksakan tegak. Satu persatu kawan sekelas masuk, dengan berbagai macam warna dan bentuk. Tipis, bulat, sedang dan pendek semua ada dalam satu kelas tersebut. Tak satupun ia kenal, dalam kelas tersebut. Hingga seorang menyodorkan tanganya
“Aku Imam, lengkapnya Imam Muhayat” katanya.
“Herianto” jawabnya.
Setelah itu ia dan teman barunya berbicara panjang lebar. Mulai dari asal daerah, sekolah bahkan mahluk “hawa” pun tak luput dari obralan panjang mereka. Seminggu kuliah baru ia dapat mengenal dengan baik semua teman dalam kelasnya. Dengan watak dan tabiat pada masing-masing kepala yang berbeda. “simple dan sederhana” itulah seorang heri. Baginya sebuah kesederhanaan akan membawa dampak yang luar biasa. Santai namun serius, serta diam-diam menghanyutkan, itu semua kata peribahasa yang begitu dalam maknaya.
Ketika itu sebuah seminar untuk pemilu di adakan dalam ruagan teather. Hampir semua tempat duduk penuh dengan undagan baik dari dalam STAIN maupun luar kampus hijau tersebut. Suasana begitu ramai dan gaduh oleh pertanyaan-pertanyaan dari rekan Mahasiswa. Setelah mengikuti selama 2 jam, rasa penat muncul dalam hatinya, hingga duduk tidak karuan, geser sana dan sini. Dompetnya berukuran lebih kecil di bandingkan dengan ukuran saku celananya. Setelah selesai ia dan para pengunjung lainya pun meniggalkan ruangan Theater tersebut. Setelah hampir magrib barulah ia pulang kerumah, sampai dirumah perasaan lapar melanda, kemudian mencari dompet. Puas mencari dompet yang di maksud namun tak jua ia dapatkan. Duduk dengan serius untuk memikirkan kemana terakhir ia membawa dompetnya. Hingga ia teringat akan ruang Theater saat mengikuti seminar dan saat duduk gusar.  Mungkin karena sikap duduk yang salah tersebut, sehingga dompetnya keluar dari saku celanaya. Tanpa pikir lagi ia langsung menuju ke Kampus kembali, setelah menuju gedung Theater, pintunya terkunci tak seorang pun yang dapat dilihat. Hingga akhirnya menelpon seseorang yang biasanya jaga di gedung Theater. Namun ia tidak dapat datang karena rumahnya jauh, dan menyarankan untuk datang lebih awal besok pagi. Ia pun pulang dan menuggu sampai pagi datang dengan perasaan bimbang. Karena dalam dompet tersebut ada uang Rp 450.000 uang tersebut baru saja ia dapatkan dari orang tuanya guna membeli sebuah hape untuk adiknya di kampung.
Ketika pagi mulai datang, dering sms berbunyi
“dompet mu ada di masjid, silhkan ambil” kata-kata itu memberi semangat dalam hidupnya kembali. Bergegas mandi dan segera menuju ke kampus, kemudian bertemu dengan teman yang mendaptakan dompet tersebut. Setelah memeriksa isi dompet, semua uang dalam dompetnya tidak ada, hanya tersisa uang Rp 5000 tahun 1990 yang ia selipkan. Sejumlah uang yang di berikan ayahnya raib, beruntungnya surat-surat penting tidak hilang dan masih lengkap. Lenyaplah sudah uang untuk pembelian hape adiknya. Sebagai gantinya ia menjual hapenya kemudain membelikan 2 buah hape yang biasa.
Organisasi di kampus begitu banyak dan semuanya menawarkan untuk bergabung. Ketika semester 1 ia masuk di UKM Pramuka, hal ini ia pilih karena ingin mengembangkan pendidkan dasar yang ia dapatkan ketika masih di SMP. Karena ia memang suka berpetualang, sembari mencari pengalaman di dunia luar. Hoby ini ia sukai sejak SMP. Dulu ia sering keluar masuk hutan di belakang sekolah, bersama dengan teman-teman sekelasnya. Yang ia cari adalah tumbuhan “antuyut” yang lebih di kenal sebagai kantong semar. Tumbuhan ini adalah pembunuh serangga, ketika serangga masuk ke dalam kantongnya maka ia akan menutup diri.
“wartawan boke keliling dunia” ketika ia berkunjung kesebuah toko buku terbesar di kota Pontianak. Tertarik dan membukanya, menghayati isi dari buku tersebut. Hingga mengaggumi sosok yang membuat buku tersebut. Ia mambayangkan kelak ia akan menjadi seorang wartawan dan bisa keliling dunia dengan gratis. Bayangan itu sama persis dengan isi dari buku yang ia baca. Seorang wartawan yang kantong dompetnya tipis, bisa berkeliling dunia dengan gratis. Kemudian buku ini menjadi salah satu buku favoritnya. Namun sayang ketika ia mempunyai cukup uang dan ingin membelinya, buku tersebut sudah habis stoknya.
Setelah semester 2 baru ia masuk kedalam Lembaga Pers Mahasiswa. Disanalah ia mengasah kemampuan menulisanya, banyak hal yang ia dapatkan. Awaalnya ia kurang aktif di Lmbaga tersebut. Hingga pada semester 3 ia memulai liputan pertamanya. Walaupun telah mendapat matakuliah jurnalistik, tetapi ketika turun kelapangan semuanya sangat berbeda. Mulai dari wajah informan yang terlihat cuek dengan kehadiran dan maksudnya. Hingga harus menuggu lama untuk dapat bertemu dengan  orang yang dimaksud. Tetapi sekarang ia dapat mengambil hikmah dari tiap kejadian yang ia alami. Semuanya memberikan pengalaman yang dapat membuatnya maju untuk kedepan.
Di dapur redaksi LPM, berbagai warna dalam karakter bermunculan. Semunya saling berbeda satu sama lainya. Cerewet, sikap yang dimiliki oleh redaktur yang kebetulan juga teman sekelas. Jika berita belum masuk pada jadwal yang telah ditentukan maka mulai dari SMS sampai bertatap muka semuanya akan kena semprot. Pernah suatu ketika ia telat mengumpulkan bahan berita. Karena besok akan segera di layout dan Redaktur pun tak kunjung ke kampus. Hingga dering hape yang menginginkan untuk secepatnya mengirimkanya lewat email. Ia telah mengirimkan sesuai dengan alamat email yang disarankan, namun ketika dicek dalam email untuk mencari bahan berita heri tak kunjung ia dapatkan. Redaktur marah besar dan segera menyuruh untuk mengirimkannya ke alamat rumah. Karena takut melihat Redaktur marah maka dengan segera ia mengirimkannya ke alamatnya. Cowok yang mempunyai tinggi 163 cm ini mengaku segan waktu itu ketika mengirimkan berita. Takut jika redaktur kembali memarahinya. Tetapi benar tidak ada Macan yang ingin memakan anaknya. Ketika sampai di kostnya di daerah Kota Baru yang mirip apartemen, ia disambut dengan baik.
Dalam kepengurusan LPM ia menjabat sebagai ketua Divisi P2A (Pengembangan dan Pemberdayaan Anggota). Ia bertanggung jawab untuk mencari anggota baru demi melanjutkan generasi-genarasi di Pers kampus tersebut. Setelah mendapatkan banyak calon angota baru, pelatihan pun di adakan untuk mereka guna mengasah kemampuan dalam menulis. Setelah itu seseorang sahabat mengusulkan untuk membuat acara dalam pengukuhan anggota baru. Dan beberapa sahabat mengiginkan jika proses pengukuhan di buat sedemikian rupa sehingga sangat berkesan nantinya. Tentunya semua kegiatan yang dilakukan mengandung unsur pendidikan. Hingga kami semua sepakat untuk pergi kesebuah bukit untuk megadakan kegiatan tersebut.
 “ini perdana, jadi kita harus kerja keras” kata ketua LPM,
Tetapi ia sangat takut jika nantinya kegiatan tersebut di luar rencana. Dengan dukungan dari teman-teman akhirnya semua kegiatan berjalan dengan baik dan lancar. Semuanya tersenyum puas, bahkan janji untuk pertama kalinya di ucapkan oleh anggota baru. Hal yang sebelumnya belum pernah di ucapkan, kini menjadi kenyataan. Anggota LPM kini bertambah 10 orang yang akan melanjutkan prestasi gemilang kedepan.
Minum teh pahit sudah menjadi kebiasaan sejak SMP, karena sang nenek dan ibunya juga menyukai minuman tersebut. Tanpa gula bukan berarti tidak mampu untuk membeli gula, tetapi minuman ini baik untuk kesehatan, kata nenek sewaktu menasehatinya. Dengan nasehat tersebutlah Ia kini gemar minum teh tanpa gula, apa lagi jika cuaca sedang hujan. Memakai sepatu warna hitam terkadang juga hijau dengan ukuran 41. Sejak Aliyah ia mempuyai “Soulmate” si bob namanya, karena pernah stiker transparan bergambar spongbob melekat erat di lampu depan. Lantas oleh teman-teman kuda besinya di juluki dengan spongbob.  Sebelumnya ketika sang ayah mengetahui keadaan motor tersebut, sang ayah sedikit marah, karena standar kenyaman dan keamanan dari motor tersebut menjadi berkurang. Begitu besar jasa si bob kepadanya, membantu menyelesaikan tugasnya dan beraktifitas sehari-hari. Pernah suatu ketika kuda besinya mengalami kerusakan yang cukup parah, hingga ia harus mengeluarkan banyak biaya untuk reparasi kuda besi tersebut.
Musik membuat hidup lebih berawarna, lantunan syair sang legendaris Iwan Fals mampu membuat telinga dan hatinya terhibur. Bahkan ketika selesai magrib ia memutar lagu tersebut dengan kerasnya dalam kamar. Bukan hanya album Iwan Fals, tetapi ia juga menyukai tembang kenagan. Semuanya begitu menyejukan hati ketika mendegarkan lagu tersebut. Bahkan ia sering mendekam dalam kamar kemudian menyalakan musik dengan sangat keras. Hingga suatu saat Ayah memarahkan oleh ulahnya tersebut.
Ia seorang penderita Insomnia, penyakit itu belum lama singgah dalam kehidupanya. Karena banyak mengerjakan tugas malam hari, hingga tengah malam. Setelah selesai mengerjakan tugas, ia main game. Hal ini kemudian menjadi sebuah kebiasaan hingga kini. Walaupun tidak baik untuk kesehatan, tetapi hal ini sulit baginya untuk dihilangkan.
Dulu waktu kecil ia mengambil sebuah pensil dalam ritual “mudun lemah”. Kata orang jika anak mengambil pensil pada saat itu, kelak ia akan menjadi seoarng juru gambar atau suka mengambar. Mungkin benar ramalan dalam ritual tersebut. Kini ia dipercaya menjadi seorang kartunis dalam media cetak dikampusnya. Walaupun gambar tersebuat hanya coretan yang bisa dikatakan sebagai karikatur. Padahal ia menginginkan jika mendapat pengganti. Karena memang sudah ada yang mempunyai bakat yang sama. Namun para penduduk LPM menginginkan ia dapat melakasanakan tugas itu dengan baik. Hobi mengambar bukan hanya dikertas. Ia juga menghiasi dinding kamarnya dengan banyak gambar kartun. Warna-warni, menurutnya ketika akan masuk dalam kamar yang mempunyai warna akan menambah semagat baru. Pernah neneknya melihat ruagan dalam kamarnya. Hingga nenek mengatakan jika kamar itu mirip kamar orang gila. Tetapi setelah lama duduk dan memperhatikan seluruh gambar, akhirnya nenek betah berlama-lama dalam kamar tersebut. Bukan hanya nenek, para sepupunya juga sering bermain dalam kamarnya, hingga mirip dengan playgroup. Adiknya juga ingin tukar kamar dengannya.
“Apalah arti sebuah nama” begitu kata para pujangga bersyair. Apa juga arti sebuah nama Herianto, hingga kini ia tidak pernah mempertanyakan arti tersebut kepada kedua orang tuanya. Baginya sudah cukup diberikan nama tersebut. Namun ketika kuliah, ia banyak mempunyai nama panggilan. Dalam kelas KPI (Komunikasi Penyiaran Islam) ia memiliki 5 orang teman laki-laki. Masing-masing dari mereka adalah Aldo, Abi, Azai, Adhe dan Didin. Dalam sebuah kesempatan salah seorang temanya memanggil dengan “Ato”. Nama tersebut kemudian menjadi pangilan dalam kelasnya tersebut. Namun hanya 5 temannya tadi yang memanggilnya demikian. Sedangkan yang lain menyapanya dengan “Heri”. Di sekretriat LPM ia juga biasa dipanggil “Maknyah” tidak banyak yang ia tahu kenapa bisa nama itu melekat padanya. Hingga panggilan “Lembu” juga menjadi sapaan akrabnya. Ketika itu film kartun upin dan ipin sedang booming di Pontianak. Sebuah perkataan sahabat sahabat dalam film upin dan ipin sering ia ucapkan kedepan para anggota LPM. “Lembu ne tak mau keh” dengan logat Melayu Malaysia. Hingga kemudain ia dipanggil dengan nama demikian. Ketika ia di Sanggar Pramuka ia di panggil dengan “Babol”. Ketika pendidikan dasar (Diksar) didaerah Singkawang ia mempunyai bekal makanan permen karet Big Babol. Hingga oleh panitia merek dari permen tersebut menjadi nama lapanganya hingga kini.
Dalam hidup penting mempunyai pedoman. Jadi diri sendiri itu yang selalu ia pikirkan. Bukan tidak ingin mencontoh orang lain. Tetapi menjadi diri sendiri akan lebih indah dari pada hanya sekedar menjiplak dari karya orang lain. Karna ia yakin jika suatu saat akan berkarya yang dapat memuatnya mencapai keinginanya.

Comments :

0 komentar to “Jadi Diri Sendiri”

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by __________________________________________________

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger